MEDIA LOKAL RAMAH & AKURAT

Minggu, 17 Maret 2019

Erupsi Dahsyat Samalas Dikisahkan dalam Babad Lombok

Pada tahun 2012, tim ilmuwan dunia merencanakan meneliti letusan Gunung Samalas. Sebanyak 15 ahli lintas disiplin telah meriset sejumlah gunung api yang diduga menjadi penyebab lumpuhnya kehidupan di bumi sekitar abad ke-13. Benar saja para peneliti berhasil menemukan pelakunya. Melalui aktivitas investigasi terhadap beberapa gunung yang disangkakan. Tim peneliti bergerak menuju Lombok NTB. Ini lantaran pada awalnya para ahli menduga gunung yang ada di kawasan pusar bumi atau khatulistiwa yang berulah menyebabkan dunia lumpuh total sekitar abad ke-13. Dengan jejak sulfur dan penanggalan radiokarbon yang mereka gunakan sebagai pembanding, para ahli kemudian meneliti gunung yang diduga kekuatan erupsinya delapan kali lebih dahsyat dibanding letusan Gunung Krakatau dan dua kali lebih besar ketimbang letusan Gunung Tambora.

Mereka lalu meneliti gunung rinjani dan mengkomparasi sisa sulfur dan radio karbon yang ada. Benar saja, dua alat bukti berupa radiokarbon yang ditemukan di kutub es artika dan antartika serta sisa sulfur yang diambil dari tulang belulang di kuburan massal tahun 1258 di London. Para ilmuwan dari lintas disiplin ilmu tersebut lantas mencocokkan sulfur dan penanggalan radiokarbon Gunung Rinjani. Gunung Rinjani yang dahulu kala dikenal dengan Gunung Samalas terletak di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, meletus pada 1257. Istilah Samalas belakangan ditemukan dalam babad Lombok yang ditukil pada daun lontar. Letusan itu menyisakan struktur awal gunung purba berupa kawah besar yang kini lebih terkenal dengan nama Danau Segara Anak. Dampak letusan Gunung Samalas menyebabkan pendinginan mendadak dan kegagalan panen di Eropa. Arkeolog baru-baru ini mencatat 1258 sebagai tahun untuk umur ribuan kerangka manusia yang ditemukan terkubur dalam kuburan massal di London Inggris.

Di tanah air, letusan Samalas yang memuntahkan lebih dari 40 kubik kilometer batu dan abu ke udara setinggi 40 kilometer menyebabkan musnahnya Kerajaan Lombok. Maklum, tebal endapan di Pulau Lombok mencapai 40 meter. Menguatkan jejak erupsi misterius abad ke-13 tersebut, pada 2016, Perekayasa Fungsional Museum Geologi, Heryadi Rachmat, mengulas perihal peradaban manusia sebelum meletusnya Samalas digali oleh tim ilmuwan dunia dari berbagai perguruan tinggi ternama. Para ilmuwan yang terlibat sebagai tim peneliti Samalas dipimpin Prof. Dr. Frank Lavigne dari Universitas Paris Pantheon-Sorbonne. Kemudian Kepala Pusat Arkeologi Nasional Made Geria, Wakil Rektor Universitas Mataram Prof. Suwardji, dan pakar geografi dari Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Junun Sartohadi. Gunung Rinjani semula disebut sebagai Samalas. Nama tersebut diperoleh dari catatan pada daun lontar yang terdapat di Museum Leiden dan Museum Negeri NTB.
Terdapat dalam takepan (tulisan) Lontar Babad Lombok dan Babad Suwung. Jumlah takepan daun lontar yang menceritakan tentang sejarah dan kebudayaan NTB zaman dulu sampai saat ini, mencapai 1.200 buah. Jikalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, Babad Lombok yang menyinggung masalah Gunung Samalas terdiri dari enam item:
274. Gunung Rinjani longsor, dan Gunung Samalas runtuh, banjir batu gemuruh, menghancurkan Desa Pamatan, rumah rubuh dan hanyut terbawa lumpur, terapung-apung di lautan, penduduknya banyak yang mati.
275. Tujuh hari lamanya, gempa dahsyat meruyak bumi, terdampar di leneng (lenek), diseret oleh batu gunung yang hanyut, manusia berlari semua, sebahagian lagi naik ke bukit.
276. Bersembunyi di Jeringo, semua mengungsi sisa kerabat raja, berkumpul mereka di situ, ada yang mengungsi ke Samulia, Borok, Bandar, Pepumba, dan Pasalun, Serowok, Piling, dan Ranggi, Sembalun, Pajang, dan Sapit.
277. Di Nangan dan Palemoran, batu besar dan gelundungan tanah, duri, dan batu menyan, batu apung dan pasir, batu sedimen granit, dan batu cangku, jatuh di tengah daratan, mereka mengungsi ke Brang Batun.
278. Ada ke Pundung, Buak, Bakang, Tana’ Bea, Lembuak, Bebidas, sebagian ada mengungsi, ke bumi Kembang, Kekrang, Pengadangan dan Puka hate-hate lungguh, sebagian ada yang sampai, datang ke Langko, Pejanggik.
279. Semua mengungsi dengan ratunya, berlindung mereka di situ, di Lombok tempatnya diam, genap tujuh hari gempa itu, lalu membangun desa, di tempatnya masing-masing.
Itulah beberapa bait Babad Lombok yang ditulis di daun lontar; menceritakan kengerian erupsi Samalas pada abad ke-13 atau tahun 1257 Masehi.

Korelasi Gempa Lombok 2018 dengan Jejak Erupsi Gunung Samalas

Hanya pasrah. Itulah yang terjadi di Lombok pada Agustus 2018. Betapa tidak, diguncang gempa beruntun, susul menyusul. Tanpa tahu kapan datang, berapa lama dan berapa besarnya. Pasrah lalu tidur di tenda. Seadanya, tendanya maupun logistiknya. Hanya itulah yang bisa diperbuat. Ternyata ada hasilnya. Tidak banyak lagi korban jiwa. Pada tragedi naas gempa dahsyat tengah malam. Minggu, 5 Agustus 2018. Gempa berskala 7 SR. Begitu sering gempa datang. Sejak tanggal 7 Agustus saja sudah sekitar 17 kali gempa yang magnitudo di atas 5 SR, atau 4 kali gempa yang di atas 6 SR. Sampai-sampai saya pun tidak bisa menjawab. Saat ada pertanyaan dari beberapa kolega, kawan dan sahabat: "apakah pernah di masa lalu sesering dan sebesar itu." Mereka memerlukan data itu untuk masa depan Lombok. Daerah yang ekonominya harus maju, yang bangunan-bangunannya tidak cukup harus tahan gempa. Tapi harus ramah dan tahan diguncang gempa beruntun.

Dalam pada itu, meskipun saya asli orang Lombok. Jujur saja, saya belum pernah mendalami kondisi Lombok di masa lalu. Seperti apa wajah Lombok sebenarnya. Saya cuma mendengar cerita orang-orang tua saja, baik cerita yang mendekati kebenaran ilmu pengetahuan, atau cerita-cerita semacam dongeng (Waran-term Sasak, Lombok). Keterlibatan saya perihal Lombok baru intensif belakangan, sekitar delapan tahun lalu, pasca menyelesaikan studi di kota Gudeg Yogyakarta tahun 2010. Ditilik dari sektor penerangan misalnya, Lombok adalah daerah yang krisis listriknya paling parah. Terutama sekali di dua daerah: Lombok Timur dan Lombok Utara. Menurut Dahlan Iskan, mantan Dirut PLN, di Lotim ada 'PLN Swasta': Koperasi Rinjani. Yang sudah lama tidak berdaya. PLN tidak bisa begitu saja masuk ke wilayah koperasi itu. Bukan main sulitnya memecahkan persoalan tersebut. Tapi, alhamdulillah bisa selesai, berkat tangan dingin sang Dirut, juga atas akal sehat semua pihak, dan berkat tungkus lumus, ikhtiar dan lintang pukang para pemangku daerah. Dan, sejujurnya saya juga tidak banyak tahu tentang Gunung Rinjani. Yang belakangan ternyata menyimpan misteri itu. Dari jurnal PNAS terbitan 2013. Jurnal yang mengumpulkan hasil riset 15 ahli. Para ilmuwan multidisiplin ilmu kegunungapian, ilmuwan vulkanologi, geologi, juga geografi. Jujur, saya hanya tahu tiga saja: Gunung Toba, Gunung Krakatau dan Gunung Tambora. Ketiganya ketika meledak menggegerkan dunia.

Terkonfirmasi, saat Gunung Toba meletus abunya sampai Jerman. Begitu dahsyatnya. Sampai terbentuk danau Toba, yang luasnya 1.130 kilometer persegi dengan kedalaman lebih dari 500 meter. Pun, saat Krakatau meletus. Dunia gelap gulita. Gunungnya sampai hilang sama sekali. Hanya terlihat sedikit puncaknya. Itu pun kalau air laut lagi surut. Kemudian daripada itu, ketika Gunung Tambora meletus abunya sampai New York. Terbang dari tempat asalnya: di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Sehasta demi sehasta, saya pun tahu tinggi Gunung Tambora sampai berkurang 1.500 meter. Dari 4.300 meter sebelum meletus pada tahun 1815, kini tinggal 2.850 meter saja. Hanya itu saja yang sering saya dengar.

Daripada itu, saya tidak tahu, bahwa ternyata letusan Rinjani dua kali lebih hebat dari Tambora. Pada tahun 1257, atau 44 tahun sebelum Majapahit berdiri. Waktu itu nama Rinjani belum disebut. Di Lombok hanya ada gunung Samalas. Gunung Samalas itulah yang meledak. Menimbulkan gumpalan hitam di udara. Yang besarnya melebihi pulau Lombok. Musim dingin di Eropa sampai tidak dingin. Begitu juga di Amerika. Bahkan musim panas berikutnya menjadi tidak panas. Samalas mengguncang dunia. Gunung itu tidak hanya meledak tapi lenyap. Hilang lalu jadi debu. Menyebar sampai ke seluruh dunia. Para petani di Mongolia gagal panen. Demikian juga di belahan bumi lainnya. Akibatnya misteriusnya gunung Samalas hilang,  tinggal anaknya:Barujari. Gunung api yang dinyana terus menerus bergolak, meski tak sedahsyat induknya: Samalas. Tahun 1257 itulah Lombok kehilangan dua artefak sejarah natural: Gunung Samalas dan Kerajaan Pamatan, kekuasaannya berpusat di kaki Samalas, kini Sembalun.

Terbayangkan, memang luar biasa dahsyatnya, seluruh Lombok tertutup abu. Sang Raja Pamatan pun tewas dan rakyatnya nyaris punah. Bahkan disinyalir sampai Bali lantaran penduduknya berkurang sangat banyak. Hingga dengan mudah ditaklukkan oleh raja-raja dari Jawa Timur. Beberapa puluh tahun berikutnya.

Kini, sudah tak ada lagi yang ingat Samalas, atau Gunung Samalas. Tapi gempa yang diwariskannya masih terus menghantui kita. Di selatan Lombok memang ada patahan bumi. Jaraknya kira-kira 300 km yang membujur dari barat ke timur. Faktum cukup mengkhawatirkan lagi, ternyata di bawah Lombok ada zona seismik, disebut Zona Benioff, sesuai dengan nama penemunya. Letaknya sekitar 170 km di bawah Lombok. Zona ini aktif dan membuat gerakan-gerakan.

Memang, saya amatlah tidak ahli bidang ini. Hanya banyak belajar, banyak membaca dan mendengar pelbagai referensi dari buku, majalah, surat kabar, maupun dunia medsos dan blog. Saya tidak tahu korelasi antara patahan bumi itu dengan pergerakan di zona seismik tersebut. Saya juga tidak tahu korelasi antara keduanya dengan meletusnya Gunung Samalas. Lebih dari 600 tahun yang lalu, atau meletusnya Tambora 200 tahun lalu, atau pun dengan rentetan gempa hingga kini sejak penghujung tahun 2018. Saya pun tak tahu. Saya hanya pasrah. Seperti warga terdampak gempa lainnya. Tapi saya percaya. Ilmu pengetahuan akan bisa banyak berbuat. Ketika kita sudah menjadi masyarakat ilmiah. Kalau sudah banyak ahli geologi. Salah satunya, mungkin, si anak warga terdampak bencana gempa saat ini. Semoga, kita semua dapat mengambil ibrah dari secuil tulisan ini dan dari fakta-fakta empiris. (kimsw_19)

Tidak ada komentar: