MEDIA LOKAL RAMAH & AKURAT

Selasa, 12 September 2017

Wujudkan Masyarakat Informatif, Diskominfo Fasilitasi Pembentukan Forum KIM KLU

GANGGA-sambiwarga, Upaya Pemerintah Kabupaten Lombok Utara dalam rangka meningkatkan peran masyarakat dalam diseminasi (penyebarluasan) informasi seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu cepat, antara lain diwujudkan dengan memfasilitasi pembentukan wadah komunikasi masyarakat yaitu Forum Kelompok Informasi Masyarakat (Forum KIM) di Aula Kecamatan Gangga (Selasa, 12/09). Kegiatan ini dihelat selama 3 hari mulai 12 September sampai 14 September 2017 dan menghadirkan narasumber dari Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika NTB.
Kegiatan ini dibuka oleh Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Lombok Utara, Kawit Sasmita, SH. Dalam pengarahannya, Kawit Sasmita mengatakan, era keterbukaan informasi publik dalam berbagai bidang kehidupan maupun aspek pembangunan meniscayakan semua pihak untuk selalu berbagi berbagai informasi terkait pembangunan yang sedang maupun akan dijalankan pemerintah. Pembentukan forum KIM ini, lanjut Kawit, sebagai bagian dari perhatian pemerintah daerah dalam mengatasi keterisolasian desa dari akses informasi, mengingat desa-desa di Lombok Utara kebanyakan berada di wilayah perdesaan, sehingga belum terjangkau dengan akses jaringan telekomunikasi kabel dan seluler. “Dengan keberadaan KIM yang sudah ada di masing-masing kecamatan maupun forum KIM kabupaten yang dibentuk nanti  diharapkan dapat meningkatkan keterjangkauan akses komunikasi dan informasi bagi masyarakat luas terutama di dusun dan desa,” cetus Kawit. 
Sementara Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Publik Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Lombok Utara, Drs. Nanang Hermansyah, M.Pd mengatakan,  KIM yang telah terbentuk maupun forum KIM yang akan dibentuk bisa menjadi wadah bagi KIM-KIM di level kecamatan maupun Desa. Oleh karenanya, forum KIM ini nanti diharapkan dapat mengakomodasikan informasi-informasi yang diwartakan KIM-KIM binaan. Menurut Nanang, Forum KIM mestinya berfungsi sebagai wahana informasi antar-anggota KIM, dari KIM kepada pemerintah dan/dari pemerintah kepada masyarakat; mitra dialog dengan pemerintah dalam merumuskan kebijakan publik; sarana peningkatan literasi anggota KIM dan masyarakat di bidang informasi dan media massa; dan sebagai lembaga yang memiliki nilai ekonomi. 
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Publik  Provinsi NTB, Fairuz Abadi, SH yang juga narasumber kegiatan pembinaan  dan pembentukan Forum KIM ini mengatakan wadah Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) yang dibentuk merupakan konsep lembaga komunikasi sosial yang menjadi alternatif solusi dalam mengatasi hambatan informasi di lingkungan masyarakat terutama masyarakat pedesaan, dimana kelompok yang dibentuk oleh, dari, untuk masyarakat secara mandiri dan kreatif, diharapkan dapat beraktivitas melakukan pengelolaan informasi dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan nilai tambah. Ia berharap para jurnalis dalam KIM ini nantinya menjadi motivator dalam menyampaikan informasi yang positif maupun motivator pembangunan daerah di bumi Tioq Tata Tunaq. “Sampaikanlah kebaikan itu walau sepatah kata pun. Karena ia bisa jadi energi dahsyat pembangunan diri dan masyarakat luas. Jadilah penyebar virus-virus kebaikan di tengah masyarakat,” tandas Abu Macel, sapaan akrab fairuz Abadi di hadapan puluhan komunitas KIM.  
Terpisah Kepala Seksi Persandian dan Pengamanan Data Diskominfo, Sukardin, mengungkapkan, Dinas Komunikasi dan Informatika Lombok Utara mejalankan urusan kewenangan pemerintahan bidang komunikasi dan informatika dibentuk dan mulai efektif menjalankan fungsi setelah menjadi OPD baru tahun 2017. Kegiatan fasiltasi pembentukan, pembinaan dan pengembangan lembaga komunikasi sosial dalam bentuk Kelompok Informasi Masyarakat akan menjadi salah satu program kegiatan prioritas yang akan dilaksanakan setiap tahunnya hingga seluruh Desa di Kabupaten Lombok Utara kedepan memiliki Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) sehingga dapat terwujud visi nasional menjadikan Masyarakat Informasi Indonesia (MII) dapat dimulai dengan mewujudkan "Kampung/Desa Informasi" di seluruh wilayah Kabupaten Lombok Utara.
Kegiatan ini diakhiri dengan pembentukan pengurus Forum KIM Lombok Utara,  dimana proses pemilihannya menggunakan sistem distrik. Masing-masing KIM kecamatan memilih bakal calon ketua forum. Selanjutnya masing-masing bakal calon yang telah dipilih oleh juru bicara setiap kecamatan tersebut diperkenankan menyampaikan visi misi kedepan dalam pengembangan KIM di Lombok Utara. Setelah visi misi disampaikan para juru bicara masing-masing kecamatan menjatuhkan pilihan kepada masing-masing calon. Dari dua calon yang ada, mayoritas juru bicara memilih Miftahul Hafiz sebagai Ketua Forum KIM Lombok Utara Periode 2017 – 2019. 
Sebelum ditutup moderator pembentukan Forum KIM, Mujadid Muhas, MA yang juga Kepala Bidang E-Goverment Diskominfo meminta kepada para delegasi KIM yang hadir untuk menetapkan keanggotaan Tim Perumus/Formatur yang akan bertugas melengkapi pengisian komposisi Kepengurusan Forum KIM Kabupaten Lombok Utara Periode 2017-2019. Mujadid mengingatkan bahwa tim perumus bertugas dalam waktu 7 kali 24 jam. Acara yang berlangsung cukup demokratis dan khidmat ini ditutup secara resmi oleh Kepala Bidang Informasi dan Komunuikasi Publik. (kimsw-djno)          

Bupati Lombok Utara Deklarasikan Sekolah Peternakan Rakyat

Bupati Lombok Utara, Dr. H. Najmul Akhyar, S.H, M.H Hadiri Deklarasi SPR
di KTT Ngiring Datu Karang Kendal Desa Genggelang Kecamatan Gangga
BENTEK, sambiwarga---Bupati Lombok Utara, Dr. H. Najmul Akhyar, S.H, M.H bersama Ketua LPPM-IPB, Dr. Ir Prastowo, Ketua SPR LPPM-IPB Prof. Dr. Muladno dan jajaran SKPD Kabupaten Lombok Utara di Desa Genggelang Kecamatan Gangga mendeklarasikan Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) di Kelompok Tani Ngiring Datu Dusun Karang Kendal, Senin, (04/09). Deklarasi ini juga dihadiri oleh para petani peternak yang masuk dalam kelompok tersebut.
Dalam sambutannya, Bupati Najmul menegaskan bahwa  letak pentingnya Sekolah Peternakan Rakyat ini sebagai ikhtiar bersama bagaimana berusaha untuk membangun mind set peternak yang ada di Lombok Utara mengenai cara-cara beternak yang benar dan tepat guna sehingga kwalitas dan kwantitasnya baik dari sisi pola beternak maupun pengelolaan pasca produksi. “Ini sangat penting karena memiiki kaitan dengan deklarasi Lombok Utara menjadi Kunjungan Wisata Dunia pada HUT Lombok Utara ke 8 tahun lalu, semua ini kami lakukan karena memang begitu keadaannya di daerah yang kita cintai ini, “ tegasnya.

Berkaitan dengan hal itu, ia memaparkan kedatangan wisatawan asing ke KLU saja per hari khusus yang ke Gili saja telah mencapai 2.600 orang per hari. Ini termasuk angka yang sangat besar, sehingga kita perlu berbicara tentang kaitannya dengan kebutuhan mereka ketika menginap di kabupaten terbungsu di Provinsi ini.

Bupati mencontohkan, khusus untuk daging yang dikirim ke Gili Trawangan saja  mencapai satu ton perhari. Besarnya pasokan ini perlu diimbangi dengan meningkatkan kapasitas dan kualitas peternakan dan daging yang produksi. “Khususnya daging saja mencapai dalam jumlah ton-an perhari. Jika upaya ini dimaksimalkan maka rakyat kita akan sejahtera seiring dengan perkembangan daerah ini.” Harapnya.

Selain itu, Bupati mengatakan ada dua hal pembangunan yang menjadi prioritas di KLU diantaranya, pembangunan sektor pertanian dan peternakan serta sektor pariwisata, sebab hasil sektor pertanian dan peternakan membutuhkan sektor pariwisata untuk pasarannya. Dan, patgulipat sejurus waktu sektor ini diyakini orang nomor wahid di bumi Tioq Tata Tunaq akan mampu mengerek turun angka kemiskinan warga yang masih cukup tinggi di Lombok Utara.

Bupati juga meyakinkan bahwa pada dasarnya masyarakat tidak perlu mencari pasar yang jauh, seandainya pariwisata daerah ini sangat maju. “Kita tak perlu pusing memikirkan pasar karena masih banyak pasar pariwisata yang masih belum bisa dipenuhi kebutuhannya sehingga kebutuhan– kebeutuhan itu masih di beli dari Bali dan daerah-daerah lain di Indonesia,“ pungkasnya.

Sementara Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan  Pertanian Kabupaten Lombok Utara, Ir. H. Melta mengungkapkan acara deklarasi SPR ini dapat terlaksana karena adanya kerja sama yang baik antara semua pihak yang terus mendukung proses pembangunan dan proses peningkatan hasil–hasil pertanian dan peternakan demi menunjang ketahanan pangan di Lombok Utara. Sasaran dari kegiatan ini, sebut Melta adalah kelompok petani peternak di Genggelang dengan jumlah 22 kelompok 711 anggota dengan jumlah ternak berkisar 2.800 ekor sapi. ”Dengan jumlah  yang sangat banyak ini diharapkan kehidupan petani peternak akan sejahteran sesuai dengan harapankita bersama” katanya. (sw-djno).

Senin, 11 September 2017

**Pilkades dan Membangun Kemandirian Desa


DI AKHIR tahun 2017, setidaknya ada enam desa di Kabupaten Lombok Utara akan melangsungkan pesta Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak. Selain di Desa Sambik Bangkol, beberapa desa yang penulis ikuti dinamika demokrasinya antara lain Desa Akar-akar, Loloan, Sokong, Medana, dan Desa Teniga. Atribut-atribut politis berbumbu janji-janji mulai bertebaran dimana-mana seperti spanduk, baliho, poster, dan atribut-atribut lain yang melambangkan masing-masing bakal calon menghiasi sudut-sudut pemukiman masyarakat. Mulai dari pagar-pagar rumah penduduk, pasar, gardu, perempatan jalan, dan ruang-ruang publik lain. Nyaris hampir tidak ada yang luput. Semarak Pilkades ini di satu sisi menunjukkan hidupnya ruang-ruang demokrasi warga, tetapi disisi lain, libido tokoh-tokoh yang bakal meramaikan kontestasi pilkades merebut tahta desa tampaknya amat ambisius.    
Pilkades dalam konteks ini merupakan wujud nyata dari partisipasi masyarakat dalam membangun demokrasi lokal di aras desa. Idealisasi yang diharapkan dalam rangka  membangun kemandirian desa dalam bingkai otonomi desa. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah mengapa desa menjadi penting ? Karena secara historis, desa adalah cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan di Indonesia jauh sebelum negara bangsa (nation-state) ini terbentuk. Karenanya, desa merupakan wilayah tempat pelaksanaan asas otonomi asli dengan segala keragaman adat, tradisi dan sosial budaya masyarakatnya atau prinsip dasar penyelenggaraan desa berdasarkan otonomi murni dengan kultul lokal yang unik dan beragam. 
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Disinilah, maka ada satu hal perlu dicatat bahwa di dalam apa yang disebut kultur lokal itu seringkali tersimpan pengalaman, jejak-jejak, kreativitas, dan pencapaian tertentu dari para jenius lokal dalam mengembangkan pendangan hidup, tata berfikir, dan juga sistem sosial tertentu. 
Dengan kenyataan semacam itu, maka yang terpenting untuk saat ini adalah bagaimana memberikan satu perspektif baru bahwa untuk menciptakan good governance, mendorong perubahan, melakukan transformasi sosial serta mewujudkan desentralisasi perlu dilakukan pembaruan pada level desa, yakni kemandirian dan pembaruan desa. Dan ajang pilkades yang bersih, dewasa, demokratis, elegan dan matang diharapkan dapat menjadi pintu masuk untuk itu. 
Persoalan kemandirian menjadi penting karena selama ini nasib desa acap tidak luput dari investasi daerah kabupaten/kota. Kehadiran dan campur tangan daerah yang dirasa begitu besar telah membawa implikasi lemahnya kemandirian dan kemampuan masyarakat desa. Kondisi ini sangat jelas terlihat selama rezim orde baru berkuasa dan bahkan pada rezim reformasi pun kabupaten masih cukup dominan melakukan intervensi terhadap hakat hidup masyarakat desa. Semisal, berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004, penguasa daerah melakukan pelbagai kebijakan yang kurang berpihak pada desa. Daerah, dalam hal ini pemerintah kabupaten benar-benar telah menjadi sumber dari semua kekuasaan dan kebijakan yang berjalan di desa. 
Subordinasi dan intervensi daerah (kabupaten) yang dirasa cukup berlebihan atas desa dalam perjalanannya ternyata sedikit banyak telah menimbulkan banyak persoalan. Diantaranya terjadinya pemandulan desa yang sebelumnya hadir sebagai institusi pemerintahan lokal yang otonom. Seringkali daerah kabupaten juga kurang menghiraukan heterogenitas masyarakat desa. Karena itu pemahaman tentang otonomi desa (otonomi murni) yang selama ini masih terkesan formalistik, simbolik, lokalis dan romantis harus dikaji ulang. Otonomi bukan hanya sekedar automoney. Demikian juga kemandirian juga bukan berarti kesendirian. 
Otonomi desa dalam hal ini harus lebih dimaknai sebagai relasi antara desa dan daerah (kabupaten dan provinsi) yang mencerminkan keadilan dan pemerataan. Otonomi bukanlah sekedar swadaya atas dasar prakarsa sendiri tetapi pembagian kekuasaan dan sumberdaya yang adil kepada desa. Otonomi desa harus lebih dipahami sebagai suatu keleluasaan (discretionary), kekebalan (imunity), dan kemampuan (capacity) desa dalam mengambil keputusan serta menggunakan kewenangan untuk mengelola segenap potensi sumberdaya lokal desa. Ketiga hal tersebut yang kiranya akan lebih membuat eksistensi desa lebih kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Untuk menopang eksistensi desa dalam menggunakan kewenangannya mengelola segenap potensi sumberdaya yang dimiliki, diperlukan adanya proteksi dan pemberdayaan yang fokus dari negara (kabupaten-provinsi-pusat), sehingga dapat menjadi desa kuat, desa maju, desa mandiri, dan desa demokratis.     
Beberapa hal di atas menjadi penting karena selama ini kenyataan menunjukan bahwa kerapkali terdapat kekeliruan dalam orientasi pembangunan desa. Pembangunan yang telah lama menjadi sindrom masyarakat desa ternyata lebih diorientasikan ke penampilan fisik, bukan pada social sustainability. Akibat kemudian adalah masyarakat desa menderita kemiskinam mental, kepribadian, etika, moralitas, dan idealisme karena miskinnya proses pembelajaran sosial dalam pembangunan lantaran orientasi fisik telah menggerus segalanya. Bahkan, disain berbagai kebijakan dan program pembangunan desa pun jarang diterapkan secara berkelanjutan, melainkan menyerupai patahan-patahan proyek jangka pendek. Negara tidak mempunyai kerangka pengaturan tentang desa yang kokoh dan berkelanjutan, melainkan pola pengaturan darurat bahkan sering terjadi bongkar pasang kebijakan. 
Atas dasar itulah, maka ada beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan dalam rangka membangun kemandirian desa dan agar desentralisasi desa itu lebih bermakna. Pertama, perlu dibuat pemerintahan non hirarkhis dengan cara membagi kewenangan secara proporsional antara daerah dan desa. Kedua, perlu diciptakan local self government di desa yang berbasis self governing locally. Ketiga, perlunya penghargaan terhadap keunikan dan keragaman basis sosio kultural lokal desa. Dan, keempat, perlu membuat subsidiarity (pengambilan keputusan dan penggunaan kewenangan ala desa). Selain itu, yang juga sangat penting diatensi untuk membangun kemandirian desa adalah bahwa segala bentuk pembangunan harus berorientasi pada pemberdayaan masyarakat, berbasis partisipasi masyarakat, serta harus ditopang dengan nilai-nilai demokrasi (akuntabilitas, transparansi, responsivitas dan lokus representasi). 
Namun demikian, penting juga untuk dicatat bahwa pembaruan desa sebagai upaya menciptakan kemandirian tidaklah identik dengan romantisasi tata pemerintahan masa lampau. Yang terpenting, apapun pilihan format penyelenggaraan pemerintahan desa yang dikehendaki dan kemanapun arah pembaruan yang hendak dicanangkan, keterlibatan masyarakat adalah sebuah keniscayaan. 
Dengan begitu, sendi utama dari pembaruan dan kemandirian ialah sinergi. Pembaruan tidak bisa lagi didisain secara sepihak oleh pemerintah. Sebaliknya, berbagai inisiatif lokal dan corak khas dari setiap lokalitas pun harus pula dipastikan memiliki sambungan dengan tatanan makro yang hendak dipolakan. Dan, kita berharap pilkades (serentak) yang sebentar lagi marak di Kabupaten Lombok Utara mampu berjalan dengan dewasa, arif, elegan, dan demokratis sehingga bisa menjadi fajar baru bagi lahirnya kemandirian desa. SEMOGA...! 

Sarjono, S.I.Kom adalah Direktur KIM Sambiwarga
  

      

Membangun Etika Komunikasi Media Sosial*


POLA komunikasi dan percakapan di media sosial akhir-akhir ini yang cenderung memprovokasi, menunjukkan rendahnya etika masyarakat kita dalam berkomunikasi di ranah publik seperti media sosial. Literasi media sosial yang rendah itu perlu diatasi melalui edukasi dan pelatihan sejak dini agar masyarakat tidak mudah diadu domba dengan isu elite dan kegaduhan politik.
Dalam studi komunikasi budaya, menunjukkan Indonesia mengalami periode awal pergeseran penuh lompatan kultur dialog masalah etnis hingga religi; dari kultur serba tatap muka menjadi serba maya. Sebuah migrasi penuh guncangan yang kompleks. Lebih jauh lagi, euforia medsos sering kehilangan filosofi utama demokrasi, yakni kebebasan berbasis pengetahuan, keterampilan dan etika. 
Bagi penulis, kondisi ini menjadi dasar yang rapuh bagi sebuah bangsa ketika melompat langsung jadi salah satu bangsa terbesar pengonsumsi medsos yang bekerja dalam percepatan teknokapitalis. Satu era ketika data dan informasi bisa dimanipulasi dan dikuasai penyebarannya oleh siapa pun. 
Tulisan ini berangkat dari sebuah keprihatinan karena melihat adanya isu-isu yang berpotensi memecah belah, adanya ujaran kebencian di medsos yang bisa mengganggu stabilitas nasional dan konflik harizontal, merebaknya informasi palsu, kata-kata kasar, hujatan, manipulasi gambar, serta pemelintiran berita di medsos. 
Pada satu sisi, kebebasan berpendapat merupakan hak asasi manusia. Melalui media sosial, kebebasan berekspresi semakin mendapat kanalnya. Media sosial memperkuat kanal kebebasan menyatakan pendapat. Namun, apakah kebebasan berpendapat di media sosial yang tanpa batas, tanpa etika, dan tanpa kearifan, akan memperkuat demokrasi kita ? Demokrasi bisa saja bergerak mundur jika negara salah dalam mengantisipasi perkembangan media sosial. Pemerintah mengantisipasi perkembangan itu dengan merevisi UU Informasi Transaksi dan Elektronik yang berlaku Senin, 28 November 2016. Yang menjadi persoalan adalah jika kebebasan berekspresi tanpa batas terus dibiarkan, bangsa ini akan terjebak dalam polarisasi pandangan yang ekstrem dan bisa mengancam demokrasi yang selama ini terbangun rapi dan konstruktif.
Jika dikaitkan dengan dunia pendidikan, penulis berpendapat bahwa literasi media sosial dan digital perlu dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan dasar. Alasan mendasarnya adalah bahwa anak-anak dan pemuda kini menjadi sasaran terbesar dari penghasutan yang terjadi di media sosial. Pengguna media sosial dan teknologi digital mayoritas adalah masyarakat usia muda, sementara daya kritis mereka belum semuanya terasah dengan baik untuk menyikapi informasi yang diterima dari medsos.
Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) telah merilis hasil riset nasional terkait jumlah pengguna dan penetrasi internet di Indonesia untuk tahun 2014. Menurut hasil riset yang digelar atas kerjasama dengan pihak Pusat Kajian Komunikasi (PusKaKom) FISIP Universitas Indonesia itu, disebutkan bahwa pengguna internet di Indonesia kini telah mencapai angka 88,1 juta. Dari data tersebut ditemukan, bahwa pengguna terbesar berasal dari kalangan anak-anak dan remaja diprediksi mencapai 30 juta pengguna. Yang menjadi pertanyaan besarnya adalah apa yang akan terjadi jika perangkap euforia media sosial sudah merasuki jiwa para remaja kita? Siapa yang akan bertanggung jawab jika isu sara, provokasi, berita kriminal, pornografi, adu domba menjadi bahan bacaan bagi remaja kita di media sosial dan mereka akan menjadi rapuh dalam berpikir ?
Dari pengamatan penulis, pada umumnya remaja kita belum sepenuhnya memahami manfaat dari sosial media, sehingga situs jejaring sosial ini sering disalahgunakan. Hal ini disebabkan karena kebanyakan remaja yang telah bergabung dengan berbagai situs jejaring sosial lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membuka situs jejaring sosial ini. Selain itu, pengguna situs ini juga dapat mengubah gaya hidup, bahkan mengubah cara berperilaku, berkomunikasi, dan bersosialisasi dengan lingkungannya, yang merupakan salah satu dampak dari globalisasi.
Dampak negatif lainnya yang penulis rasakan adalah para pelajar/siswa biasanya lupa waktu jika sudah membuka jejaring sosial, mereka pun terkadang tidak mengenal tempat dan waktu bahkan saat belajar di kelas pun membuka jejaring sosial. Para pelajar dapat kecanduan untuk membuka jejaring sosial tersebut secara terus menerus, dan jika sudah kecanduan dapat menimbulkan ketidakseriusan dalam belajar. Para pelajar malas berkomunikasi di dunia nyata, jejaring sosial mengurangi sifat sosial manusia karena cenderung lebih suka berhubungan lewat internet daripada bertemu secara langsung, mereka lebih mementingkan diri sendiri. 
Tingkat pemahaman bahasa para pelajar pun menjadi terganggu karena tidak ada aturan ejaan serta tata bahasa di jejaring sosial. Selain itu jejaring sosial dapat meningkatkan resiko terjadinya kejahatan kepada para pelajar, terutama jika berkenalan dengan orang asing. Pada tahap selanjutnya, kultur medsos bagi remaja akan melahirkan haters dan lovers layaknya kultur dunia hiburan.
Penulis sangat sepakat bahwa kebebasan berekspresi lewat media sosial adalah bagian dari demokrasi menyatakan pendapat, tetapi jika hal tersebut dimanfaatkan untuk hal yang positif. Tentunya ini juga menjadi pembelajaran yang baik bagi para remaja kita. Tetapi menjadi persoalan jika media sosial dijadikan sebagai ladang untuk mengekspresikan luapan kemarahan, kebencian, provokasi dan menyinggung isu SARA. Alhasil, euforia medsos yang negatif ini akan menjadi informasi yang menyesatkan bagi kita semua, khususnya di kalangan remaja dan anak-anak. Menyikapi hal ini, diperlukan langkah-langkah preventif dari semua pihak, baik itu dari pemerintah, sekolah, masyarakat dan keluarga itu sendiri tentang penggunaan media sosial yang baik dan mendidik.  
Justru penulis mengusulkan, pengetahuan mengenai usaha optimalisasi pemanfaatan sosial media juga perlu ditambahkan pada kurikulum pendidikan di Indonesia. Dengan adanya hal tersebut, diharapkan mampu memunculkan kesadaran para generasi muda untuk lebih memanfaatkan sosial media dengan lebih baik lagi, seperti berbagi ilmu pengetahuan, membentuk relasi/jaringan, mempromosikan budaya, ataupun berbisnis online. 
Dari semua hal tersebut, menyikapi upaya atau solusi yang ada dengan cara bijak, kesadaran dari diri sendiri bagi setiap generasi muda lah yang paling utama. Adanya kemauan dan keinginan dalam merubah pola pikir dan perilaku yang baik dan bijak menghadapi tantangan era globalisasi melalui situs internet pada jejaring sosial media. Peran dari luar memang diperlukan akan tetapi dari diri perorangan mampu membuat perubahan dalam membangun karakter bangsa dan negara lebih efektif. Dari setiap generasi muda diharapkan mampu memilah dengan baik dan memahami benar pengaruh dan dampak yang akan ditimbulkan. 
Akhir kata penulis, fenomena kebebasan tanpa batas menjadi keprihatinan kita bersama. Perlu ada langkah yang konkret dari pemerintah agar berpendapat di media sosial tentu menuntut tanggung jawab tanpa harus merusak citra demokrasi dan generasi penerus bangsa. Pendidikan melek media digital terus digemakan agar penggunaan media sosial kian produktif untuk memperkuat demokrasi dan pilar pendidikan kita. Semoga*

*) Sarjono adalah Direktur Media Sambiwarga 

Songsong Smart City, Pemkab Lombok Utara Launching Desa Online

Sekda Lombok Utara, Drs. H. Suardi, MH memukul gong saat meluncurkan Desa Online

BENTEK-sambiwarga,, PEMERINTAH Kabupaten Lombok Utara meluncurkan Desa Online di 33 Desa di Lombok Utara, Rabu (12/10). Peluncuran 33 Desa Online bertempat di Gedung Serba Guna Gondang ini dihadiri Direktur Fasilitasi Keuangan dan Aset Pemerintahan Desa Kemendagri, Manajer Lumbung Komunitas Combine Resource Institution Yogyakarta, seluruh kepala desa dan sejumlah kepala SKPD.
Kepala Bidang Stapel Bappeda Lombok Utara, Yuni Kurniati, mengungkapkan kegiatan ini merupakan proses panjang  selama dua tahun bersama Combine Resource Institution membangun sistem informasi desa. Dasar pelaksanaannya adalah UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU Nomor 26 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Lombok Utara, UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa, dan UU Nomor 23 tentang Pemerintahan Daerah.
Peluncuran desa online ini dimaksudkan agar tersosialisasinya Sistem Informasi Desa (SID) dan website desa se-Lombok Utara yang bisa diakses online sesuai alamat resmi yang telah mendapat persetujuan registrasi dari Kementrian Kominfo. ”Ini untuk mendorong keterbukaan informasi publik di tingkat desa maupun kabupaten dan meningkatkan pemanfaatan sistem informasi desa dalam konteks perencanaan pembangunan dan peningkatan kualitas pelayanan publik, serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa maupun kabupaten,” paparnya.
Sementara itu, Manager Lumbung Komunitas Combine Resource Institution Yogyakarta, Elanto Wijoyono,  mengatakan website desa adalah bukan tujuan akhir, yang merupakan tujuan adalah bagaimana pemerintahan desa bisa meningkatkan keterbukaan informasi publik dan lainnya. ”Kami mengingatkan bahwa ada konsekuensi selain manfaat dari website desa ini,” tandasnya.
Dijelaskannya, keberhasilan memanfaatkan website desa ini tidak bisa diserahkan begitu saja kepada desa tetapi juga harus didukung pemkab seperti Bappeda dalam aspek pelatihan dan Kominfo mendukung dari aspek infrastruktur. ”SKPD yang bergerak dalam isu sektoral kedepan bisa memanfatkan SID dan website desa ini. Ini merupakan kanal informasi yang diharapkan bisa memberikan arus informasi dua arah,” paparnya.
Direktur Fasilitasi Keuangan dan Aset Pemerintahan Desa Kemendagri, Lukmanul Hakim mengatakan, program ini  merupakan langkah yang bagus dan tepat. ”Kami menyambut baik program desa online ini. Kehadiran kami disini juga memberikan dukungan penuh kepada pemerintahan desa,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Lukmanul Hakim mengingatkan, bahwa program ini jangan hanya sebatas proyek saja tetapi harus terus berkelanjutan. ”Yang harus dibangun adalah adanya rasa kebutuhan memanfaatkan teknologi informasi ini. Tanpa itu apa yang kita bangun akan sia-sia,” tandasnya. 
Lebih lanjut, Lukmanul Hakim mengatakan teknologi informasi ini adalah salah satu instrument yang digunakan untuk mengumpulkan data yang kemudian diolah, disimpan, dan akhirnya dimanfaatkan. ”Kumpulkan, olah, simpan, publikasikan dan komunikasikan data itu,” cetusnya.
Sementara itu, Bupati Lombok Utara yang diwakili Sekda Lombok Utara Drs. H. Suardi, MH mengatakan, SID merupakan titik awal dalam menyelesaikan persoalan data yang dihadapi pemerintahan desa secara lebih baik. Bukan hanya untuk kebutuhan internal administrasi di Pemdes saja tetapi untuk menjawab kebutuhan dari luar termasuk pemerintahan di tingkat atas. ”SID ini bagian dari misi membangun dari desa yang menjadi visi dan misi Bupati dan Wakil Bupati,” ujarnya.
Ditambahkannya, SID adalah salah satu alat yang akan bernilai jika realisasinya menyentuh kegiatan Pemdes terutama dalam pengurusan surat-surat tertentu dan pelayanan dasar yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. ”SID ini bentuk melayani dengan data secara cepat dan akurat. Dengan adanya data valid, sumber daya yang ada bisa digunakan secara efektif,” tandasnya. ”Dengan adanya SID online ini mari kita mulai melayani dan membangun berdasarkan data,” tutupnya. (sw-sasa)

MENGENAL DESA BENTEK LEBIH DEKAT, Miliki Banyak Potensi Wisata dan Pelopor Balai Rakyat


BENTEK---sambiwarga, DESA BENTEK termasuk satu diantara lima desa di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara Provinsi Nusa Tenzgara Barat. Desa dengan semboyan Polah Palih Polos ini berpenduduk 9.333 jiwa, masih kental dengan adat-istiadat, budaya dan agamanya, sehingga pluralitas masyarakatnya nampak menonjol namun tetap rukun, harmonis, dan damai. Di bidang ekonomi, mayoritas masyarakatnya mengandalkan sumber penghidupan dari berkebun, bertani, berternak secara tradisional. Sebagian lainnya berprofesi sebagai perajin dengan mengembangkan beragam jenis kerajinan berbahan potensi-potensi lokal bernilai ekonomis yang dapat diwirausahakan menjadi produk industri rumahan. Produk-produk industri rumahan ini dibuat dari bambu, akar kelapa, rotan, dan potensi-potensi lokal lainnya yang layak dikemas jadi produk kerajinan. Selain itu,warga desa setempat menggantungkan kehidupan sehari-harinya dari pengolahan air aren menjadi gula (gula aren). Ada pula warganya mencari rejeki dari jasa bertukang – tukang bangunan, tukan gkayu, tukang batu, pencetak batako, loster, dan bata merah serta usaha-usaha lain yang sejenis. Terkini, warga desa ini sedang giat-giatnya bergulat dengan mengelola wisata (air terjun dan olahraga paralayang). Dengan situasi tersebut pemerintah desa dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif mengelola segenap potensi yang dimiliki agar menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat, dan tentunya bagi peningkatan perekonomian desa.

Pengaturan mengenai desa sudah cukup memadai. Setiap rezim yang memimpin negeri ini telah menerbitkan regulasi yang khusus mengatur desa. Dari mulai era rezim orde lama, orde baru, lebih-lebih pada era rezim yang terbaru ini (era reformasi). Ada beberapa regulasi telah diterbitkan pemerintah pusat yang konsen pada pengaturan desa. Teranyar UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (UU Desa). Regulasi ini memberi ruang yang luas kepada desa untuk mewujudkan kemandirian atas prakarsa sendiri dengan sekian kewenangan lokal serta hak-hak tradisional yang mengakar dilandasi nilai-nilai genuine otonomi murni (Desa Kembali ke Khittah). Dalam konteks ini, Kreatif dan Inovatif adalah kata kunci menggapai kemandirian desa. Bagaimana warga desa mampu mengembangkan ide atau gagasannya dan sekaligus membuatnya menjadi karya yang menarik serta bermanfaat untuk orang lain (revolusi mental). Setiap orang pasti memiliki kemampuan untuk berpikir lebih kritis-kreatif sejauh orang itu mampu menyadari bahwa dirinya bisa berpiki rdan bekerja lebih baik serta memiliki sudut pandang yang agak berbeda dalam menilai sesuatu hal dari kebanyakan orang. Kreatif dan inovatif itu pada akhirnya jadi karakteristik personal yang terpatri kuat dalam jiwa kreativitas. Kreatif dan inovatif itu dapat diterapkan secara sederhana. Kuncinya adalah kepekaan kita dalam menangkap peluang serta kemampuan membaca pasar agar tepat sasaran. Artinya kecepatan dan ketepatan kita menyikapi peluang yang datang harus menjadi yang hal utama.  

Dalam terminologi “Desa Membangun”, untuk mewujudkan desa yang mandiri dibutuhkan kreativitas dan inovasi pemikiran serta tindakan yang tepat sehingga desa kemudian dapat memanfaatkan secara maksimal potensi fisik-nonfisik yang dimiliki, menjadikan desa dengan disain konstruski modern serta dinamika kehidupan desa pun mirip suasana kehidupan perkotaan. Masyarakatnya mempunyai mata pencaharian yang beragam dan lebih variatif. Pun, infrastruktur dan sarana-prasarana sosial sudah maju. Logika peradaban desa-kota pun bersinergi satu sama lain melalui proses komunikasi digital-akrual ala desa, tanpa meninggalkan esensi kultur yang genuine beserta segenap pranata lokal yang mentradisi dan menyejarah bagi generasi mendatang. “Intinya, Desa Membangun itu butuh cara-cara yang kreatif dan inovatif.”

Kalimat ini yang selalu dipikirkan dan ingat setiap hari oleh Kepala Desa Bentek Warna Wijaya agar tetap optimis menatap masa depan bahwa kondisi desa yang dinahkodainya akan jauh lebih baik manakala semua masyarakat terutama generasi mudanya mampu berpikir kreatif dan produktif selaras dengan konteks kekinian, terlebih lagi dalam hal menelurkan karya-karya yang menarik, lebih berwarna dan punya dayasaing di tengah hiruk pikuk persaingan saat ini yang makin kompetitif, sehingga punya harga tawar di pangsa pasar (investor). Berbagai potensi yang ada di desa setempat sangatlah mungkin dapat berkembang maju, dan dapatdiwujudkan salah satunya dalam bentuk kegiatan berbasis usaha ekonomi produktif jika dikelola dengan cara-cara dan kemasan yang kreatif dan sedikit inovatif. Dalam pikiran sang kades, potensi pariwisata di Desa Bentek cukup banyak dan beragam.Tinggal bagaimana pola yang ditempuh dalam mengelolanya. Ia yakin bila potensi wisata itu bisadi kelola dengan baik, bukan tidak mungkin desa ini akan melompat lebih cepat dariapa yang dibayangkan saat ini. Yang terpenting, bagaimana bisa fokus pada pengelolaannya. Apalagi, sektor pariwisata di Lombok Utara, telah terbukti sebagai penyumbang terbesar penerimaan daerah, selain sektor perdagangan dan jasa. Disamping itu, Desa Bentek juga masih memiliki potensi lain yang banyak dan juga cukup beragam. Baginya, yang terpenting segenap elemen masyarakat Desa Bentek perlu berpikir bersama bagaimana menelurkan terobosan-terobosan baru serta kiat-kiat jitu guna mengembangkan potensi yang ada.

Era pembaharuandesatelahdimulai. Genderang kemajuan terbuka lebar dan terbentang luas. Melalui regulasi desa yang baru, desa memiliki kewenangan mengurus diri sendiri berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Ketika banyak orang meragukan dan cukup khawatir atas kemampuan sang Kades mengelola dana desa. Tapi tidak dengan Kepala Desa Bentek ini. Baginya, besarnya anggaran desa adalah angin segar bagi kemandirian desa. Justru, anggaran besar itu modal utama dan energi positif yang luar biasa dalam membangun desa dalam mengukir kemandirian kedepan. Bagaimana strategi dan kiat praktis Sang Kades dalam meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PADes). Desa Bentek Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara Provinsi NTB menjadi desa dengan pengelolaan administrasi terbaik. Pengelolaan administrasi ini meliputi laporan keuangan, data administrasi kependudukan dan surat menyurat dengan pihak luar. Selain itu, kreativitas pemuda bersama kepala dusun seperti di Dusun Buani mengelola perbukitan menjadi tempat rekreasi baru bagi dunia pariwisata serta mencetak atlit paralayang yang telah diresmikan oleh Bupati Lombok Utara, begitu pun air terjun di Dusun Kakong, sehingga warga desa memiliki sumber ekonomi baru disamping berkebun dan bertani. Masyarakat desa dilibatkan untuk mengolah sumber-sumber alam yang bisa dimanfaatkan sebagai potensi kesejahteraan bersama menuju Desa mandiri.
Pertama, menetapkan pariwisata sebagai salah satu sektor prioritas utama guna pendorong perekonomian.Secara natural pariwisata merupakan sektor dimana Desa Bentek memiliki keunggulan komparatif yang sangat besar karena anugerah keindahan alam yang luar biasa, keragaman budaya yang unik, serta karakter orang Desa yang dari dulu dikenal sangat ramah-tamah. Disamping itu, sektor pariwisata juga memiliki cakupan maupun keterkaitan yang luas dengan berbagai sektor, seperti transportasi, makanan dan minuman, industri kreatif dan usaha kecil menengah, sehingga memiliki multipliereffectyang besar dalam penyerapan tenaga kerja dan penciptaan nilai tambah bagi Desa.
Kedua, mengubah pengelolaan pariwisata dari pendekatan birokrasi menjadi pendekatan bisnis.Warna Wijaya mengaku lebih percaya diri menghadapi kucuran dana miliaran sesuaid engan UU Desa. Bukan justru jadi sumber kekhawatiran. Sebab dengan dana itu, Desa bisa membangun sesuai dengan aspirasi warganya. Tidak harus berharap dari Pemerintah Kabupaten Lombok Utara melalui Dinas Pekerjaan Umum maupun dinas-dinas terkait lainnya. Saatini, lanjut Warna Wijaya, pihaknya juga telah membuat Peraturan Desa bersama Badan Permusyarawatan Desa Desa Bentek untuk menarik dana-dana Corporate Social Responsibility (CSR). Perdes ini penting dibuat agar semua pungutan itu tidak dianggap liar alias illegal standing.

Pelopor BARA Desas

UNTUK pertama kalinya di Indonesia, Desa Bentek menginisiasi serta mempelopori terbentuknya Balai Rakyat. Apa itu Balai Rakyat (BARA) ?
Menurut inisiator Balai Rakyat Desa Bentek, Putrawadi, Balai Rakyat merupakan tempat dimana seluruh kelembagaan dan unsur-unsur yang ada di desa berhimpun untuk membicarakan berbagai hal terkait pembangunan desa baik pembangunan infrastruktur maupun suprastruktur. Pendeknya, Balai Rakyat adalah suatu fasilitas sebagai pusat pengetahuan masyarakat desa seperti informasi, diskusi serta penyampaian aspirasi warga desa. Sehingga dapat terwujudnya masyarakat aktif dan sadar politik dalam kebijakan desa seperti kebijakan Perdes/RPJMDes/RKPDes/APBDes. Semua hal yang berhubungan dengan pengelolaan desa termasuk tata kelola keuangan desa, dipertanggungjawabkan secara transparan kepada masyarakat melalui website desa dan Balai Rakyat. Dalam laman website, dapat diunggah seluruh kegiatan pembangunan di Desa Bentek, baik pengeluaran dana, pemasukan PADes maupun hasil-hasil pembangunan secara fisik non fisik.
Balai Rakyat juga bisa berperan sebagai mitra pemerintahan Desa yang independen dan secara khusus memperkuat 3 (tiga) pilar pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa yaitu 1). Jaring Komunitas Wira Desa (Jamu Desa). 2). Lumbung Ekonomi Desa (Bumi Desa). 3). Lingkar Budaya Desa (KaryaDesa).
Berkaitan dengan perlunya Balai Rakyat di Desa Bentek, lanjut Putrawadi, disemangati oleh UU No.6/2014 sebagai payung hukum Desa, dimana UU ini memberi pengakuan terhadap eksistensi desa untuk menjadi kuat karena desa diatur berdasarkan asas yang melekat pada karakter desa seperti asas rekognisi, subsidiaritas, keberagaman, kegotongroyongan, kekeluargaan, musyawarah, demokrasi, dan kemandirian serta asas partisipatif. Ini merupakan jawaban atas keberagaman desa. Lebih dari itu, desa menjadi subjek pembangunan yang pada saat yang sama desa bukanlah subsistem dari pemerintahan kabupaten, melainkan sebagai subsistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka dalam rangka menuju perubahan yang lebih baik, maka stakeholders desa berperan penting satu sama lain. Oleh karenanya, pemerintah desa harus bersinergi dalam meningkatkan kemampuan dalam hal: mengelola sumberdaya desa untuk kebutuhan publik; memahami masalah, merumuskan kebutuhan dan membuat perencanaan desa yang baik; meningkatkan kemampuan mengimplementasikan peraturan UU Desa dan turunannya; memiliki kemampuan pengelolaan keuangan desa dengan prinsip partisipatif, transparan dan akuntabel.
Sementara partisipasi masyarakat terwujud dalam pembangunan desa dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara kontinyu dan berkelanjutan. Pembangunan Desa harus mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotong-royongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial. Keterlibatan warga dalam pembangunan desa mewujudkan kemandirian desa. Hal ini dikarenakan masyarakat desa bersama pemerintahnya mampu mengatur dirinya sendiri, baik ekonomi, sosial, budaya, politik dan infrastruktur sesuai dengan kebutuhan demi kesejahteraan warga tanpa merugikan desa lainnya. Masyarakat desa haruslah mampu mengatur perkembangan ekonomi sesuai dengan potensi dan sumberdaya yang ada demi kepentingan bersama.
Dilatari pokok-pokok pikiran yang telah diamanahkan dalam UU Desa tersebut, maka keberadaan Balai Rakyat Desa sebagai mitra pemerintahan desa memegang peran penting dan strategis dalam mengawal dan mendorong proses pembangunan desa menuju kemandirian Desa dalam arti luas. Kreasi, inovasi dan sinergi diantara stakeholders desa menjadi suatu kebutuhan mendesak yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. (sw – sasa)