MEDIA LOKAL RAMAH & AKURAT

Kamis, 27 Agustus 2015

HUT DAN KEPEMIMPINAN PERUBAHAN

Pemuda Tuntut Perubahan Daerah 
Tahun 2015 adalah tahun dimana Kabupaten Lombok Utara genap berusia 7 tahun, daerah otonomi baru hasil pemekaran dari Kabupaten Lombok Barat. Ya, kabupaten yang terlahir dari perjuangan panjang para pejuang Lombok Utara. Hasil segenap elemen masyarakat tua maupun muda termasuk mahasiswa di dalamnya. Melalui UU Nomor 26 Tahun 2008 tanggal 24 Juni 2008 DPR RI menyetujui dan mengetok palu pembentukan Lombok Utara sebagai kabupaten baru bersama 11 daerah lainnya di Indonesia. Warga Lombok Utara yang ikut menyaksikan langsung proses tersebut sontak gembira dengan terkabulnya perjuangan yang gigih diperjuangkan bertahun-tahun lamanya tanpa mengenal lelah jiwa dan raga. Kini Lombok Utara sudah merdeka tapi masih banyak persoalan daerah yang belum tertangani dengan baik. Asa terbentuknya daerah baru yang benar-benar mandiri masih membutuhkan komitmen dan kerja nyata semua elemen daerah. Sebab terlahirnya daerah otonomi tidak terhenti pada proses terkabulkannya perjuangan untuk mekar. Akan tetapi, pekerjaan rumah yang jauh lebih sulit adalah bagaimana mengisinya dengan pembangunan di segala bidang secara adil dan merata. Nah, pada konteks inilah patut mendapat atensi semua pihak. Pasalnya, baik buruknya daerah ini kedepan tergantung sungguh dari komitmen dan konsistensi kita terutama para pemangku amanah pembangunan dan tentunya dukungan masyarakat dayan gunung untuk bahu membahu dan saling menopang antara semua pemangku pembangunan. Kerjasama yang lindan berkelindan dalam ritme dan irama seayun selangkah. Tanpa itu, sulit rasanya pembangunan daerah dapat berjalan sesuai harapan kalau tidak dikatakan jalan di tempat.         
            Kita semua tahu, lewat peringatan HUT tanggal 22 Juli lalu, daerah ini telah genap berumur 7 tahun, seusia anak baru masuk pendidikan dasar. Ini tentu butuh perhatian yang lebih. Sebab, dalam usia yang masih muda belia ini tentunya daerah ini masih bisa dibentuk. Kuncinya kesungguhan kita sebagai warga Lombok Utara dalam menyikapinya. Peringatan HUT merupakan momentum yang penting dan bersejarah bagi segenap lapisan masyarakat Lombok Utara. Betapa tidak, selain mengingat kembali amal bakti dan jasa-jasa para pejuang pemekaran sekaligus sebagai ungkapan rasa syukur yang mendalam kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kita telah merasakan makna dari perjuangan di masa lalu dengan disahkannya daerah ini sebagai daerah otonom baru. Dengan dukungan masyarakat berbagai program pembangunan daerah pun dilaksanakan untuk menjawab kilas balik potret Lombok Utara di masa lalu, masa kini dan masa mendatang. Untuk mengetahui sejauhmana jati diri daerah kearah lebih maju, sejalan dengan cita-cita luhur para pelaku sejarah yang menghendaki terjadinya pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat yang adil.
            Namun, apabila dikaji secara seksama, harapan besar di atas membutuhkan curahan pikiran yang brilian, kerja nyata dan kerja cerdas semua stakeholder. Sebab, masih banyak hal-hal yang belum mendapat atensi dan porsi yang proporsional. Inilah yang menjadi tugas berat segenap elemen daerah. Dan, pada titik ini pula komiten, kosistensi dan tanggung jawab kita sebagai warga Lombok Utara dipertaruhkan. Sebagai daerah baru yang sedang berbenah dalam membangun, perlu adanya penekanan pada beberapa hal mendasar untuk diperhatikan dalam tiap penentuan kebijakan berpembangunan dan berpemerintahan, seperti peningkatan kesejahteraan, peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan peningkatan SDM yang berkualitas. Berkaca kepada sejarah masa lalu dan didukung kondisi Lombok Utara saat ini dari berbagai aspek serta berbagai potensi yang dimiliki pelan nan pasti mesti hal-hal urgentif diatas tersikapi dengan baik. Kita semua tahu bahwa keberhasilan memerlukan peran serta semua pihak tanpa memandang status sosial, untuk mendorong dan mengawal pembangunan daerah. Butuh semangat kebersamaan dan kegotongroyongan semua pihak tentunya. Di lain sisi, kita tidak menutup mata bahwa daerah ini telah menunjukkan perubahan setahap demi setahap dalam tiga hal mendasar tersebut, tapi pergerakannya kurang akseleratif dalam rangka mengejar ketertinggalan dengan daerah lain. Meski beberapa prestasi telah ditorehkan, namun kita tak perlu bangga apalagi berpuas diri dengan penghargaan yang telah kita capai. Prestasi-prestasi itu harus kita jadikan pendulum dan cambuk untuk lebih berprestasi di masa mendatang dalam berbagai bidang. Berkait hal ini, butuh adanya semangat yang menyala, konsistensi dan komitmen yang teguh dari semua pihak terutama pemerintah sebagai garda depan pembangunan daerah. Pemerintahan merupakan pangkal dari pembangunan seluruh aspek yang harus dibangun, sehingga membangun dan menguatkan dasar adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan. Ada banyak aspek yang sangat penting dalam pembangunan sebuah daerah, yakni ekonomi, politik, kesejahteraan sosial, kesehatan, dan yang tak kalah penting adalah pendidikan sebagai pangkal tolak penciptaan SDM yang humanis, berakhlak mulia, unggul dan bermutu serta berdayasaing.

Kepemimpinan Perubahan
Pemimpin itu harus memiliki kredibilitas dan reputasi yang hebat agar mampu memberikan inspirasi dan motivasi kepada masyarakat yang dipimpinnya. Momotivasi dan menginspirasi setiap orang dalam setiap detik di kehidupan, untuk bersemangat dan bangkit bersama dengan perubahan baru. Dan membuat setiap orang menyadari bahwa perubahan itu penting, untuk mengubah hal-hal yang tertinggal zaman dengan hal-hal baru yang sesuai peradaban. Dalam kaitan ini, Lombok Utara pun membutuhkan pemimpin yang punya visi besar membangun daerah, membangun kesadaran masyarakat. Pemimpin yang visioner, energik, berkarakter religius serta bermental pejuang – Pemimpin Muda dan Muda Pemimpin.
Sejarah telah menukil bahwa pemimpin muda adalah pemimpin yang memberikan solusi konkret bagi perbaikan masyarakat, bangsa dan negara, meski tidak semua. Mereka kebanyakan hadir sebagai manusia inspirator, berjiwa patriotisme, optimis, dan pantang menyerah. Kokoh secara akhlak, kokoh secara konsep/kokoh pemikiran, kokoh jaringan, dan kokoh secara ekonomi. Pemimpin yang mampu membawa misi perubahan memiliki keterampilan untuk dapat mengenali perubahan-perubahan penting serta mampu mengambil tempat di dalam hati setiap orang, agar semua orang dalam satu perahu bisa saling menyatu dan saling berempati, untuk membawa perubahan itu ke arah yang lebih memberi manfaat  positif buat perahu dan setiap penumpangnya. Selain itu, ia bisa membangkitkan semangat dan gairah perubahan dari setiap orang untuk menyesuaikan diri dengan lebih cepat serta berjuang keras dan bekerja keras untuk mendapatkan hasil perubahan yang lebih baik dari rencana yang ada dengan menggunakan cara-cara profesionalisme dalam merespon setiap perubahan. Karena itulah, pemimpin harus duduk bersama semua kekuatan sumber daya manusia yang dimiliki untuk berbicara tentang perubahan-perubahan tersebut dengan cara yang inspiratif, profesional, cerdas memanfaatkan peluang untuk meraih kemajuan, mengedepankan model berpikir yang sederhana dan jelas sebab pola berpikir yang lebih sederhana akan mendekatkan semua solusi terbaik melalui logika dan akal sehat, yang dapat diukur kebenarannya.
Kontekstualisasinya dengan kebutuhan pembangunan daerah saat ini, maka Lombok Utara membutuhkan kehadiran pemimpin muda yang energik, visioner, humanis, dan tanggap atas harapan masyarakat dengan ciri dan karakter diatas. Pasalnya seperti penulis ulas di muka Lombok Utara kini sedang dalam fase berbenah diri dalam segala aspek pembangunan untuk mengejar ketertinggalannya dengan daerah lain di NTB. Soal kepemimpinan muda, ada beberapa fakta menarik yang patut kita apresiasi. Pertama, pemimpin muda mampu memimpin lebih lama daripada pemimpin tua, luput dari kegagalan mereka dalam mengukir akhir masa kepemimpinannya. Kedua, pemimpin muda mampu mengangkat citra, harkat dan martabat masyarakatnya di mata publik luas. Sebagai bahan renungan, barangkali masih hangat dalam ingatan kita dengan sosok Ahmad Heryawan (47 tahun), gubernur Jawa Barat dua periode yang bertabur prestasi dan teruji berhasil memimpin kurang lebih 45 juta warga Jawa Barat, Muhaimin Iskandar (47 tahun), seorang politisi muda Indonesia, menteri di kabinet Indonesia bersatu jilid dua, Muhammad Anis Matta (45 tahun) adalah intelektual muda, politisi muda Indonesia yang cerdas, brilian, dan visioner, dijuluki Soekarno muda karena kepiawaiannya berorasi menggelorakan semangat di depan publik. Anies Baswedan (44 tahun), adalah intelektual muda, inisiator Indonesia Mengajar, kini sedang memegang amanah sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah di Republik ini. Kendati demikian, yang pasti, aspek usia bukanlah satu-satunya faktor penentu keberhasilan seorang pemimpin dalam memajukan wilayah yang dipimpinnya.  

Berbicara Lombok Utara kedepan, maka kita perlu menghadirkan pemimpin berusia muda untuk membawa daerah ini kepada perubahan, menuju suatu kemajuan gemilang, mengangkat citra, harkat dan martabat warga Lombok Utara. Dengan demikian, Lombok Utara butuh sosok pemimpin yang berusia muda, cerdas, religius dan visioner untuk menghantarkan daerah ini menjadi maju, adil dan sejahtera. Dengan kata lain, pemimpin yang mampu membawa masyarakat menjadi berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi, dan bermartabat secara budaya. Waktulah yang akan menjawab, dan kepada seluruh warga bumi Tioq Tata Tunaq-lah asa ini disematkan. SEMOGA...!!!

PILKADA SERENTAK : MOMENTUM MERETAS POLITIK TRANSAKSIONAL*

AKHIR-AKHIR ini, politik transaksional dalam pemilu/pemilukada menjadi bahasan serius berbagai kalangan baik di sosial media, institusi sosial, forum-forum ilmiah dan institusi akademis perguruan tinggi di Indonesia. Isu ini menjadi hangat diperbincangkan karena melihat sepak terjang partai politik dan rekam jejak (track record) politisi lima tahun terakhir dalam menjalankan amanah rakyat. 

Jika kita menakar kembali peran partai politik ditinjau dari sisi komunikasi politik dan paradigma sosial kemasyarakatan, maka sangat jelas bahwa modus politik transaksional telah mencederai fungsi partai politik sebagai saluran politik maupun lokus edukasi politik rakyat. Politik transaksional yang marak terjadi pada setiap momentum demokrasi pasca reformasi – entah pemilu legislatif, pemilu presiden dan pemilukada – jelas-jelas merupakan momok dan tantangan berat para aktivis politik (komunikator politik – politisi, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, mahasiswa maupun stakholders terkait lainnya).

Di tinjau dari sisi fungsi edukasi politik misalnya, politik transaksional telah mencederai sistem pendidikan politik bagi masyarakat. Maka kewajiban bagi semua pihak untuk memberi anjuran agar momentum Pilkada Serentak Tahun 2015 di NTB khususnya di Kabupaten Lombok Utara dapat dengan maksimal dijadikan sebagai ajang untuk meminimalisasi praktik politik transaksional, pasalnya selama praktik politik demikian masih saja dikedepankan, maka proses pendidikan politik gagal diimplementasikan. Oleh karena itu, para aktivis politik dari pelbagai kalangan yang ada di daerah ini harus berkomitmen dan konsisten mendorong agar partai politik dan calon yang diusung niscaya harus memperhatikan rambu-rambu estetika, etika dan moralitas dengan cara-cara yang elok, elegan, mengedepankan silaturahmi serta pendekatan langsung kepada masyarakat secara santun dan bijak. Selain itu, perlu adanya solusi yang benar untuk memecahkan problematika yang seolah-olah menjadi praktik yang lumrah terjadi secara terstruktur dan sistemik setiap kali pemilu /pemilukada berlangsung tanpa berujung.

Dalam pendekatan tatap muka langsung (direct face to face), silaturahmi sebagai pohon dan komunikasi santun yang menyiraminya. Maka, dalam kontestasi pilkada serentak tahun 2015 ini, komunikasi langsung kepada masyarakat penting sekali dilakukan untuk menyerap aspirasi dan memetakan kebutuhan masyarakat yang amat beragam. Contoh kasus problem kemiskinan misalnya, para kandidat kepala daerah dan wakil kepala daerah mesti berpikir mencari terobosan jitu bagaimana menciptakan lapangan kerja baru dan menyiapkan tenaga kerja siap pakai sesuai dengan standar dan kebutuhan daerah sebagai jalan keluar mengatasi kemiskinan dan penangguran daerah yang hingga kini masih tinggi. Kabupaten Lombok Utara sebagai salah satu daerah di Nusa Tenggara Barat dengan tingkat kemiskinan yang masih relatif tinggi harus mampu mengatasi persoalan pelik ini. Bagaimana caranya. Tentu cara yang paling tepat adalah meningkatkan standar pendidikan masyarakat, menyediakan lapangan kerja baru seperti mendirikan BUMD, membuka peluang wirausaha baru, menyediakan fasilitas pengelolaan usaha kecil menengah dan tentunya yang lebih penting menyiapkan tenaga kerja terampil agar terserap di internal daerah sebagai pengejawantahan makna otonomi luas dan nyata. Menurut hemat Penulis, tiada cara lain kecuali dengan cara-cara di atas. Sebab potensi sumberdaya alam dan sumberdaya ekonomi lokal Kabupaten Lombok Utara sungguh luar biasa melimpah. Tinggal bagaimana pemimpin daerah ini kedepan mampu mengelola pelbaga potensi yang ada. Sebagai daerah otonomi baru, tentu jalan panjang menuju penataan segenap potensi yang ada masih terbentang luas.                            

          Kemudian, problem lain yang juga penting mendapatkan atensi kita adalah fungsi partai politik dalam memajukan pembangunan daerah, dimana salah satu fungsi partai politik yang mendasar adalah fungsi kaderisasi dalam rangka mencetak politisi-politisi ulung dikemudian hari, disamping mengedepankan edukasi politik secara langsung kepada masyarakat.

          Pemilu 2014 lalu menjadi contoh konkret betapa partai politik belum maksimal melakukan kaderisasi (mengajak orang-orang yang punya bakat dan talenta untuk masuk dalam gerbong politik), semisal pada tataran rekrutmen Caleg. Banyak sekali partai politik yang malah mengambil caleg dari orang luar partai sendiri tanpa latarbelakang pengetahuan politik yang mumpuni. Ini bisa dilihat dari banyaknya partai politik yang justru mengambil caleg dari luar partainya, padahal kader internal partai ada kalau tidak dikatakan banyak. Preseden buruk yang timbul kemudian adalah banyaknya kader internal partai hengkang dari partainya lalu memutuskan bergabung dengan partai lain yang dirasa dapat memberikan rasa nyaman serta mengakomodir kepentingannya. Fenomena kutu loncat ini juga bisa terjadi karena kenakalan politikus partai tertentu. Namun, satu hal yang patut diukir dalam untaian memori kita – fakta rekutmen caleg dari luar partai – tidak serta merta murni karena kesalahan kaderisasi disamping juga faktor kenalakan politikus tertentu.

          Berkaitan dengan konteks ini, maka semua pihak termasuk para pemuda dan mahasiswa harus ambil peran secara maksimal untuk mengawal proses politik secara berkesinambungan sembari melakukan pengawasan terhadap praktik politik yang tidak beretika. Artinya semua kalangan harus menjadi ujung tombak strategis dalam mengikis praktik politik transaksional di bumi Tioq Tata Tunaq, kini dan masa mendatang, terlebih lagi hampir di seluruh wilayah Kabupaten Lombok Utara didominasi oleh pemilih tradisional (± 70 %). NAH, pemilih dengan tipe tradisionalis inilah yang menjadi objek empuk praktik-praktik transaksi politik para politikus kerap terjadi di setiap momentum pesta demokrasi. Hingga tidak pelak lagi rakyat laiknya – membeli barang di pasar gelap – tapi apa hendak dikata dari pengalaman yang sudah-sudah di daerah ini, rakyat selalu terjebak dalam permainan jual beli suara. Akibat jangka panjang, rakyat ditinggalkan begitu saja oleh calon yang mereka pilih, dan bahkan persoalan rakyat pun justru kian bertambah. Dengan demikian, persoalan transaksi politik dalam tiap kali momen pemilu/pemilukada secara tidak langsung menyulut bertambahnya penderitaan masyarakat, bukan sebaliknya. Oleh karenanya, maka hal yang tidak boleh luput dari memori otak kita saat ini dan kedepan adalah keniscayaan untuk lebih mengedepankan urgensitas pemahaman politik yang jujur dan santun kepada masyarakat. SEMOGA...!




Pilkada dan Budaya Demokrasi Bangsa


Dalam bulan-bulan mendatang di Lombok Utara, Lombok Tengah, Sumbawa Barat, Sumbawa, Dompu dan Bima bakal digelar pemilihan kepala daerah atau pilkada langsung secara serentak.
Bukan sesuatu yang baru apabila pada saat-saat demikian calon-calon pimpinan daerah berjuang untuk menarik simpati rakyat, lantaran mereka ini membutuhkan suara mereka untuk mendukungnya menjadi pejabat daerah. Orang yang tengah memburu jabatan pantas diingatkan akan pepatah Jawa yang mengingatkan akan janji mereka ketika mereka susah. ‘Yen susah manembah, bareng mukti tali ngabekti’.
Bukan suatu kebetulan apabila manusia memilih seorang pimpinan yang baik harus ingat akan pedoman ‘darmaning pemimpin’ yang sudah sejak lama digariskan leluhur. Bahwa pemimpin yang baik itu adalah mereka yang mau sadar diri, mengakui kekurangan. Tidak cukup hanya mengandalkan kekuatan pikiran dan kepandaiannya semata. Tetapi perlu mengasah diri untuk selalu introspeksi diri, berkaca kepada kekurangan yang senantiasa mengikuti dirinya. Ia berani ‘ngerucat diri’.
Memang sulit melihat kekurangan dan kesalahan diri sendiri. Yang umum, orang senang melihat keunggulannya sendiri. Tetapi biasanya orang menghindari kelemahan diri. Akibat jangka panjangnya, lupa dengan daratan dan kenyataan. Bila mampu berkaca kepada bulu kuduknya sendiri, bisa menjadi ‘lembah manah, ‘andhap asor’ hati lapang, seluas samudera. Dan  kemudian memahami betapa berharganya hidup manusia serta jagat yang tercipta.
Peringatan kedua tentang pemimpin adalah bahwa ia harus mampu menghadapi ‘bawana obah’, arus zaman. Ia harus berani menghadapi arus zaman, terbuka terhadap perubahan, jangan sampai terseret dalam arus yang menginjak-injak harkat kemanusiaan. Berani terbuka, hormat kepada sesama dan melawan keangkaramurkaan. Yang ketiga, hormat kepada sesamanya. Pasalnya, sekarang banyak orang mengaku cinta sesama, tapi hanya yang satu golongan, satu agama, satu ras, satu etnis saja. Hormat berlandaskan keyakinan bahwa manusia itu bersumber satu, yaitu Allah Swt. Kalau Yang Membuat Hidup cinta pada orang yang berbuat sengsara kepada kita, mengapa kita berani membalas memusuhi?
Yang terakhir adalah pengorbanan tanpa pamrih. ‘ngoyak galihing kuwasa’. Ini dilandasi pada cita-cita luhur bahwa hidup di masyarakat itu sesungguhnya adalah pengorbanan tanpa mengharapkan imbalan apapun. Dengan begitu ngoyak galihing kuwasa bukan ambisi untuk mencari kekuasaan dalam rangka mengumpulkan harta benda. Mengejar inti kekuasaan tidak lain berani mengorbankan harta kekayaan diri demi kesejahteraan rakyat. Ini mungkin yang bisa menjadi pokok pedoman kita secara utuh siapa nanti yang bakal menjadi pemimpin. Bukan lagi kepada siapa mereka akan dibayar tinggi untuk memilih.
Masih adakah para pemimpin yang mengedepankan darma yang tergurat dalam nilai-nilai luhur ini. Dan, sejauh mana ‘money politic’ sudah merasuk ke dalam wilayah budaya bangsa. Nilai-nilai luhur bangsa yang bertentangan dengan tradisi suap memang sedang berpacu di negeri ini. Tinggal bagaimana kearifan bangsa ini berkembang. Kalau hanya demi kepentingan sesaat, tentu zaman salah kaprah akan terus berjalan. Tetapi, demi kepentingan luhur bangsa supaya bangsa ini lepas dari jeratan kehancuran, sebaiknya nilai luhur warisan budaya pantas kembali mengemuka.
Semoga masyarakat kita semakin pandai dan semakin bijak dalam memilih pemimpin masyarakat nantinya. Yang perlu ditekankan yang kalah ya harus legawa. Lantaran budaya pemerintahan di Indonesia ini adalah gotong royong. Dan budaya politiknya adalah musyawarah. Kalau kalah bagaimanapun harus mendukung yang menang, sebaliknya jangan malah menjegalnya. Apalagi pakai mengamuk, merusak, mengintimidasi dan sejenisnya. Ini jauh dari budaya demokrasi di negeri yang bermartabat ini. SEMOGA ...!