MEDIA LOKAL RAMAH & AKURAT

Minggu, 17 Maret 2019

Antara Anak Krakatau dan Anak Samalas

Dalam kajian filsafat perenial, diterangkan bahwa anak selalu memiliki kesamaan karakteristik dengan ibunya. Namun, bagaimana dengan anak gunung? Apakah selalu demikian? Dua pertanyaan cukup menggelitik ini perlu diulas dari perspektif ilmu pengetahuan (vulkanologi dan geologi) agar diperoleh jawaban yang memenuhi kaidah ilmiah sehingga dapat diterima oleh banyak kalangan, terutama mereka yang tergolong masyarakat ilmiah atau masyarakat yang mempercayai kebenaran sebuah fenomena kehidupan hanya jika benar menurut sudut pandang ilmu pengetahuan.

Bila bicara tentang Anak Krakatau, informasi yang terdapat dalam Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMGB), menerangkan bahwa anak dari gunung yang pernah meletus dahsyat tahun 1883 tersebut memiliki kesamaan karakteristik dengan ibunya. Misalnya dari sisi kandungan magma, Anak Krakatau dan Krakatau sama-sama didominasi oleh silika. Kandungan silika yang besar terkait erat dengan letusan yang besar. Kita tahu bahwa letusan Krakatau dahulu kala itu mematikan makhluk hidup di sebagian besar penjuru bumi. Diproyeksikan akibat letusan Krakatau dunia sempat gelap selama dua hari karena tertutup oleh abu vulkanik. Sementara itu, letusan juga memicu gelombang tsunami yang tercatat menewaskan 36.000 orang. Dengan magma yang juga kaya silika, Anak Krakatau di masa depan juga berpotensi meletus dahsyat. Keaktifan Anak Krakatau sudah tak bisa diragukan lagi. Gempa vulkanik akibat Anak Krakatau dalam sebulan saja bisa mencapai ribuan kali, di antaranya letusan Anak Krakatau yang terjadi pada September 2012. Menurut Vulkanolog Jerman, Edward Gramsch, bahwa letusan itu merupakan tipe vulkanian, ditandai dengan erupsi lava pijar yang disertai lontaran abu vulkanik yang membubung tinggi ke angkasa.

Dalam pada itu, sebagian besar orang telah tahu banyak hal tentang Anak Krakatau, tetapi tak banyak hal yang terungkap dari Barujari, si "Anak Samalas". Gunung Samalas dahulu terletak berdekatan dengan Gunung Rinjani di Pulau Lombok Provinsi Nusa Tenggara Barat. Diprediksi pada tahun 1257, gunung tersebut meletus. Letusannya membentuk kaldera berupa Danau Segara Anak. Dari danau ini, Barujari alias Anak Samalas kini menyeruak dan menjadi populer, terutama di kalangan ilmuan geologi dan vulkanologi. Meskipun demikian, dalam jangka waktu dekat, Barujari tak bisa dibilang ancaman. Sebab salah satu parameter untuk letusan besar adalah ukuran kantung magma. Besarnya kantung magma di antaranya bisa dilihat dari ketinggian gunung dan kecepatan pertumbuhannya. Bila dikomparasi, Anak Krakatau tumbuh cepat pasca Krakatau meletus tahun 1883. Anak Krakatau pun telah lahir di tahun 1930. Hingga saat ini, Anak Krakatau sudah mencapai ketinggian 305 meter. Ketinggian tersebut bisa menjadi cerminan kantung magma yang besar serta keaktifan gunung. Sementara Samalas meletus pada abad ke-13, sehingga sekarang sudah berusia 700 tahun atau 7 abad lebih. Fakta empiris Barujari belum sebesar Anak Krakatau sehingga kemungkinan kantung magmanya tidak besar. Namun, Barujari seperti halnya Anak Krakatau akan terus tumbuh. Seiring pertumbuhannya, bukan tidak mungkin Barujari bisa menjadi ancaman di masa depan. Bahwa konklusi Barujari tak akan menyebabkan bencana belum bisa ditarik lantaran banyak hal masih dalam misteri. Oleh karena itu, saat ini sejumlah peneliti tengah melakukan riset terkait Samalas dan perilakunya di masa lalu. Sebetulnya kita bisa membuat kesimpulan awal, bahwa masa kini adalah kunci untuk memahami apa yang terjadi di masa lalu, dan masa kini juga dapat menjadi kunci untuk memahami masa depan. Jadi, riset lanjutan terkait perilaku Samalas di masa silam niscaya dilakukan untuk mengetahui proyeksi fenomena apa yang terjadi di masa depan. (kimsw_19)

Erupsi Dahsyat Samalas Dikisahkan dalam Babad Lombok

Pada tahun 2012, tim ilmuwan dunia merencanakan meneliti letusan Gunung Samalas. Sebanyak 15 ahli lintas disiplin telah meriset sejumlah gunung api yang diduga menjadi penyebab lumpuhnya kehidupan di bumi sekitar abad ke-13. Benar saja para peneliti berhasil menemukan pelakunya. Melalui aktivitas investigasi terhadap beberapa gunung yang disangkakan. Tim peneliti bergerak menuju Lombok NTB. Ini lantaran pada awalnya para ahli menduga gunung yang ada di kawasan pusar bumi atau khatulistiwa yang berulah menyebabkan dunia lumpuh total sekitar abad ke-13. Dengan jejak sulfur dan penanggalan radiokarbon yang mereka gunakan sebagai pembanding, para ahli kemudian meneliti gunung yang diduga kekuatan erupsinya delapan kali lebih dahsyat dibanding letusan Gunung Krakatau dan dua kali lebih besar ketimbang letusan Gunung Tambora.

Mereka lalu meneliti gunung rinjani dan mengkomparasi sisa sulfur dan radio karbon yang ada. Benar saja, dua alat bukti berupa radiokarbon yang ditemukan di kutub es artika dan antartika serta sisa sulfur yang diambil dari tulang belulang di kuburan massal tahun 1258 di London. Para ilmuwan dari lintas disiplin ilmu tersebut lantas mencocokkan sulfur dan penanggalan radiokarbon Gunung Rinjani. Gunung Rinjani yang dahulu kala dikenal dengan Gunung Samalas terletak di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, meletus pada 1257. Istilah Samalas belakangan ditemukan dalam babad Lombok yang ditukil pada daun lontar. Letusan itu menyisakan struktur awal gunung purba berupa kawah besar yang kini lebih terkenal dengan nama Danau Segara Anak. Dampak letusan Gunung Samalas menyebabkan pendinginan mendadak dan kegagalan panen di Eropa. Arkeolog baru-baru ini mencatat 1258 sebagai tahun untuk umur ribuan kerangka manusia yang ditemukan terkubur dalam kuburan massal di London Inggris.

Di tanah air, letusan Samalas yang memuntahkan lebih dari 40 kubik kilometer batu dan abu ke udara setinggi 40 kilometer menyebabkan musnahnya Kerajaan Lombok. Maklum, tebal endapan di Pulau Lombok mencapai 40 meter. Menguatkan jejak erupsi misterius abad ke-13 tersebut, pada 2016, Perekayasa Fungsional Museum Geologi, Heryadi Rachmat, mengulas perihal peradaban manusia sebelum meletusnya Samalas digali oleh tim ilmuwan dunia dari berbagai perguruan tinggi ternama. Para ilmuwan yang terlibat sebagai tim peneliti Samalas dipimpin Prof. Dr. Frank Lavigne dari Universitas Paris Pantheon-Sorbonne. Kemudian Kepala Pusat Arkeologi Nasional Made Geria, Wakil Rektor Universitas Mataram Prof. Suwardji, dan pakar geografi dari Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Junun Sartohadi. Gunung Rinjani semula disebut sebagai Samalas. Nama tersebut diperoleh dari catatan pada daun lontar yang terdapat di Museum Leiden dan Museum Negeri NTB.
Terdapat dalam takepan (tulisan) Lontar Babad Lombok dan Babad Suwung. Jumlah takepan daun lontar yang menceritakan tentang sejarah dan kebudayaan NTB zaman dulu sampai saat ini, mencapai 1.200 buah. Jikalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, Babad Lombok yang menyinggung masalah Gunung Samalas terdiri dari enam item:
274. Gunung Rinjani longsor, dan Gunung Samalas runtuh, banjir batu gemuruh, menghancurkan Desa Pamatan, rumah rubuh dan hanyut terbawa lumpur, terapung-apung di lautan, penduduknya banyak yang mati.
275. Tujuh hari lamanya, gempa dahsyat meruyak bumi, terdampar di leneng (lenek), diseret oleh batu gunung yang hanyut, manusia berlari semua, sebahagian lagi naik ke bukit.
276. Bersembunyi di Jeringo, semua mengungsi sisa kerabat raja, berkumpul mereka di situ, ada yang mengungsi ke Samulia, Borok, Bandar, Pepumba, dan Pasalun, Serowok, Piling, dan Ranggi, Sembalun, Pajang, dan Sapit.
277. Di Nangan dan Palemoran, batu besar dan gelundungan tanah, duri, dan batu menyan, batu apung dan pasir, batu sedimen granit, dan batu cangku, jatuh di tengah daratan, mereka mengungsi ke Brang Batun.
278. Ada ke Pundung, Buak, Bakang, Tana’ Bea, Lembuak, Bebidas, sebagian ada mengungsi, ke bumi Kembang, Kekrang, Pengadangan dan Puka hate-hate lungguh, sebagian ada yang sampai, datang ke Langko, Pejanggik.
279. Semua mengungsi dengan ratunya, berlindung mereka di situ, di Lombok tempatnya diam, genap tujuh hari gempa itu, lalu membangun desa, di tempatnya masing-masing.
Itulah beberapa bait Babad Lombok yang ditulis di daun lontar; menceritakan kengerian erupsi Samalas pada abad ke-13 atau tahun 1257 Masehi.

Korelasi Gempa Lombok 2018 dengan Jejak Erupsi Gunung Samalas

Hanya pasrah. Itulah yang terjadi di Lombok pada Agustus 2018. Betapa tidak, diguncang gempa beruntun, susul menyusul. Tanpa tahu kapan datang, berapa lama dan berapa besarnya. Pasrah lalu tidur di tenda. Seadanya, tendanya maupun logistiknya. Hanya itulah yang bisa diperbuat. Ternyata ada hasilnya. Tidak banyak lagi korban jiwa. Pada tragedi naas gempa dahsyat tengah malam. Minggu, 5 Agustus 2018. Gempa berskala 7 SR. Begitu sering gempa datang. Sejak tanggal 7 Agustus saja sudah sekitar 17 kali gempa yang magnitudo di atas 5 SR, atau 4 kali gempa yang di atas 6 SR. Sampai-sampai saya pun tidak bisa menjawab. Saat ada pertanyaan dari beberapa kolega, kawan dan sahabat: "apakah pernah di masa lalu sesering dan sebesar itu." Mereka memerlukan data itu untuk masa depan Lombok. Daerah yang ekonominya harus maju, yang bangunan-bangunannya tidak cukup harus tahan gempa. Tapi harus ramah dan tahan diguncang gempa beruntun.

Dalam pada itu, meskipun saya asli orang Lombok. Jujur saja, saya belum pernah mendalami kondisi Lombok di masa lalu. Seperti apa wajah Lombok sebenarnya. Saya cuma mendengar cerita orang-orang tua saja, baik cerita yang mendekati kebenaran ilmu pengetahuan, atau cerita-cerita semacam dongeng (Waran-term Sasak, Lombok). Keterlibatan saya perihal Lombok baru intensif belakangan, sekitar delapan tahun lalu, pasca menyelesaikan studi di kota Gudeg Yogyakarta tahun 2010. Ditilik dari sektor penerangan misalnya, Lombok adalah daerah yang krisis listriknya paling parah. Terutama sekali di dua daerah: Lombok Timur dan Lombok Utara. Menurut Dahlan Iskan, mantan Dirut PLN, di Lotim ada 'PLN Swasta': Koperasi Rinjani. Yang sudah lama tidak berdaya. PLN tidak bisa begitu saja masuk ke wilayah koperasi itu. Bukan main sulitnya memecahkan persoalan tersebut. Tapi, alhamdulillah bisa selesai, berkat tangan dingin sang Dirut, juga atas akal sehat semua pihak, dan berkat tungkus lumus, ikhtiar dan lintang pukang para pemangku daerah. Dan, sejujurnya saya juga tidak banyak tahu tentang Gunung Rinjani. Yang belakangan ternyata menyimpan misteri itu. Dari jurnal PNAS terbitan 2013. Jurnal yang mengumpulkan hasil riset 15 ahli. Para ilmuwan multidisiplin ilmu kegunungapian, ilmuwan vulkanologi, geologi, juga geografi. Jujur, saya hanya tahu tiga saja: Gunung Toba, Gunung Krakatau dan Gunung Tambora. Ketiganya ketika meledak menggegerkan dunia.

Terkonfirmasi, saat Gunung Toba meletus abunya sampai Jerman. Begitu dahsyatnya. Sampai terbentuk danau Toba, yang luasnya 1.130 kilometer persegi dengan kedalaman lebih dari 500 meter. Pun, saat Krakatau meletus. Dunia gelap gulita. Gunungnya sampai hilang sama sekali. Hanya terlihat sedikit puncaknya. Itu pun kalau air laut lagi surut. Kemudian daripada itu, ketika Gunung Tambora meletus abunya sampai New York. Terbang dari tempat asalnya: di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Sehasta demi sehasta, saya pun tahu tinggi Gunung Tambora sampai berkurang 1.500 meter. Dari 4.300 meter sebelum meletus pada tahun 1815, kini tinggal 2.850 meter saja. Hanya itu saja yang sering saya dengar.

Daripada itu, saya tidak tahu, bahwa ternyata letusan Rinjani dua kali lebih hebat dari Tambora. Pada tahun 1257, atau 44 tahun sebelum Majapahit berdiri. Waktu itu nama Rinjani belum disebut. Di Lombok hanya ada gunung Samalas. Gunung Samalas itulah yang meledak. Menimbulkan gumpalan hitam di udara. Yang besarnya melebihi pulau Lombok. Musim dingin di Eropa sampai tidak dingin. Begitu juga di Amerika. Bahkan musim panas berikutnya menjadi tidak panas. Samalas mengguncang dunia. Gunung itu tidak hanya meledak tapi lenyap. Hilang lalu jadi debu. Menyebar sampai ke seluruh dunia. Para petani di Mongolia gagal panen. Demikian juga di belahan bumi lainnya. Akibatnya misteriusnya gunung Samalas hilang,  tinggal anaknya:Barujari. Gunung api yang dinyana terus menerus bergolak, meski tak sedahsyat induknya: Samalas. Tahun 1257 itulah Lombok kehilangan dua artefak sejarah natural: Gunung Samalas dan Kerajaan Pamatan, kekuasaannya berpusat di kaki Samalas, kini Sembalun.

Terbayangkan, memang luar biasa dahsyatnya, seluruh Lombok tertutup abu. Sang Raja Pamatan pun tewas dan rakyatnya nyaris punah. Bahkan disinyalir sampai Bali lantaran penduduknya berkurang sangat banyak. Hingga dengan mudah ditaklukkan oleh raja-raja dari Jawa Timur. Beberapa puluh tahun berikutnya.

Kini, sudah tak ada lagi yang ingat Samalas, atau Gunung Samalas. Tapi gempa yang diwariskannya masih terus menghantui kita. Di selatan Lombok memang ada patahan bumi. Jaraknya kira-kira 300 km yang membujur dari barat ke timur. Faktum cukup mengkhawatirkan lagi, ternyata di bawah Lombok ada zona seismik, disebut Zona Benioff, sesuai dengan nama penemunya. Letaknya sekitar 170 km di bawah Lombok. Zona ini aktif dan membuat gerakan-gerakan.

Memang, saya amatlah tidak ahli bidang ini. Hanya banyak belajar, banyak membaca dan mendengar pelbagai referensi dari buku, majalah, surat kabar, maupun dunia medsos dan blog. Saya tidak tahu korelasi antara patahan bumi itu dengan pergerakan di zona seismik tersebut. Saya juga tidak tahu korelasi antara keduanya dengan meletusnya Gunung Samalas. Lebih dari 600 tahun yang lalu, atau meletusnya Tambora 200 tahun lalu, atau pun dengan rentetan gempa hingga kini sejak penghujung tahun 2018. Saya pun tak tahu. Saya hanya pasrah. Seperti warga terdampak gempa lainnya. Tapi saya percaya. Ilmu pengetahuan akan bisa banyak berbuat. Ketika kita sudah menjadi masyarakat ilmiah. Kalau sudah banyak ahli geologi. Salah satunya, mungkin, si anak warga terdampak bencana gempa saat ini. Semoga, kita semua dapat mengambil ibrah dari secuil tulisan ini dan dari fakta-fakta empiris. (kimsw_19)

Bencana Senyap dari Gunung Rinjani

"Tindakan preventif mitigasi jauh lebih elegan tinimbang tindakan kuratif dan rehabilitatif pada saat terjadinya bencana, terlebih dalam situasi golden hour." (penulis)

MESKI relatif jauh dari permukiman, Gunung Barujari yang tumbuh di dalam kaldera Gunung Rinjani juga menyimpan bahaya mematikan. Bencana itu dapat berupa banjir lahar yang mengancam desa-desa di sekitar aliran sungai yang berhulu di Gunung Rinjani. Pada 8 Juni hingga 11 Agustus 1994, Gunung Barujari meletus hebat. Letusan itu kemudian disusul hujan lebat di puncak Gunung Rinjani pada bulan-bulan berikutnya. Setali tiga uang, pada 3 November 1994, banjir lahar menyapu desa-desa di sepanjang Sungai Tanggik, Lombok Timur, yang berhulu di Gunung Rinjani. Bencana itu menelan 31 korban jiwa dan tujuh lainnya menderita luka berat. Banjir juga dinyana merusak ribuan hektar lahan pertanian, saluran irigasi, dan bendungan. Desa yang terparah disapu banjir lahar ketika itu ialah Mamben Daya dan Mamben Lauk, Apittaik, Kembangkerang, Aikmel Daya, dan Aikmel. Seorang mantan guru SDN Semper Aik Perapa, mengisahkan, saat itu cuaca di desanya panas terik. Namun, mendung terlihat menggelayut di sekitar puncak Gunung Rinjani. Tiba-tiba saja pohon kelapa tampak seperti berjalan dari arah hulu Sungai Tanggek, dimana pada saat kejadian berada di depan sekolah Semper Aik Perapa, sekitar 200 meter dari sungai. Warga setempat panik karena saat itu banyak anak didik sekolah bersangkutan tengah berada di sungai. Warga lalu berteriak untuk memberi peringatan, namun sayangnya terlambat. Nyaris delapan anak didik SDN Semper tewas terseret banjir lahar. Warga Aik Perapa lainnya berujar seorang warga tengah di pinggir saat tiba-tiba mendengar suara gemuruh sangat keras dari hulu sungai. Warga tersebut kemudian bergegas naik ke tebing sungai. Hanya sekitar lima menit setelah naik ke tebing, banjir lahar menyapu sungai. Warga itu pun berhasil menyelamatkan diri, tetapi kedua temannya hilang dan berakhir ditemukan tewas. Petaka itu juga masih diingat warga Aikmel Utara. Waktu itu, warga setempat baru saja mendapatkan kabar, banjir lahar telah melanda Desa Aik Perapa yang berada di hulu dan segera mengumumkan peristiwa banjir lahar tersebut melalui pengeras suara di masjid agar warga menjauh dari sungai. Sebagian warga yang tengah mandi dan mencuci di pinggir sungai bergegas naik ke tebing setinggi 8 meter. Benar saja, tidak sampai 15 menit setelah pengumuman disampaikan, banjir lahar menyapu deras desanya.
Menganalisa peristiwa alam banjir lahar gunung Barujari tersebut dari sudut pandang vulkanologi, Heryadi Rahmat dari Museum Geologi Bandung, berpandangan bahwa letusan Gunung Barujari tidak secara langsung membahayakan warga di sekitar Gunung Rinjani. Tetapi ihwal bahaya perlu mendapat atensi warga lantaran hal yang mengkhawatirkan adalah fenomena banjir lahar yang bisa datang tiba-tiba dan sulit diprediksi.

Menakar Keberulangan Letusan Dahsyat Samalas

Hasil riset yang dipublikasikan pada Proceeding on the National Academy of Sciences (2013), mengungkap bahwa Gunung Samalas bertanggung jawab atas erupsi misterius pada abad ke-13 yang memicu musim panas, musim dingin dan gagal panen. Dalam publikasi itu dijelaskan bahwa Samalas yang dahulu merupakan tetangga Gunung Rinjani di Nusa Tenggara Barat diperkirakan meletus antara Mei hingga Oktober  tahun 1257. Letusannya mencapai skala 7. Sebagai perbandingan, letusan Merapi tahun 2010 tercatat pada skala 4. Dalam letusan diketahui Samalas melontarkan materi batuan hingga 40 kilometer kubik, sementara kolom erupsi terbentuk hingga ketinggian 43 km. Debris letusan mencapai kutub yang kemudian memungkinkan ilmuwan menyimpulkan bahwa Samalas-lah yang berperan melumpuhkan dunia kala itu.
Dalam catatan VMBG menjelaskan hasil penelitian para peneliti gunung api dunia tersebut menambah "daftar buruk" perilaku gunung api di Indonesia dan juga memasukkan Samalas dalam katalog letusan besar gunung api dunia. Indonesia selama ini memang dikenal dengan gunung dengan letusan besar. Dari Toba, Tambora, hingga Krakatau. Jikalau dilihat dalam skala geologi, letusan-letusan di Indonesia itu sangat recentif. Bila letusan Samalas tersebut terulang pada masa modern, dampaknya tak terkirakan. Letusan Merapi saja sudah mampu membuat 1.000 orang mengungsi. Artinya kalau letusan seperti Samalas terulang, yang bisa kita bayangkan adalah fenomena porak poranda. Efek domino lanjutan,  semua penerbangan lumpuh, tak beroperasi. Kerugiannya pun diestimasi sungguh besar. Manusia bisa berharap bahwa letusan seperti Samalas takkan terulang. Namun, kewaspadaan tetap harus jadi atensi bersama. Oleh karenanya, penelitian lanjutan tentang sejarah letusan Samalas perlu dilakukan untuk mengetahui apa yang mungkin terjadi pada masa depan. Kita mesti meyakini bilamana gunung di suatu daerah pernah mengalami letusan besar, maka potensi anak gunung dari daerah itu juga bisa memicu letusan meskipun waktunya belum bisa diperkirakan oleh manusia. Gejala ke arah itu pun telah muncul, tak ada kata lain kecuali tanggap terhadap simbol alam sebagai alarm bagi kita untuk mengambil langkah antisipatif - bila sewaktu-waktu hal terburuk terjadi dalam keseharian kita. Maka, tindakan preventif mitigasi jauh lebih elegan bagi kita tinimbang tindakan kuratif dan rehabilitatif pada saat terjadinya tragedi bencana, terlebih dalam situasi golden hour kebencanaan. (kimsw_19)

Saptapetaka Gempa Lombok dalam Pusaran Sejarah

Menilik catatan sejarah sejak era kolonial, Pulau Lombok termasuk wilayah rawan gempa laiknya Sumatera dan Papua. Pada 2018, Ibu pertiwi kembali berduka, bencana gempa bumi dahsyat melanda Pulau Lombok, NTB pada 5 Agustus 2018 sekitar pukul 19.46 Wita dengan guncangan 7.0 SR. Pusat gempa di titik episentrum 18 km sebelah barat laut Kabupaten Lombok Timur pada ketinggian 15 km serta menimbulkan tsunami kecil. Gempa bumi kali ini menjadi gempa kesekian kalinya terjadi di Pulau Lombok sejak akhir abad ke-19. Dalam catatan BMKG, gempa kali ini termasuk yang terbesar.

Berikut rangkuman "saptapetaka" gempa Lombok dengan kekuatan di atas 6,0 SR:

1). 25 Juli 1856

Lombok diguncang gempa tektonik pertama yang dimasukkan dalam era kolonial sastra, dibahas pada tahun 1918, terdiri dari Arthur Wichmann dari Koninklijke Nederlandse Akademie van Wetenschappen (KNAW) bertajuk "Gempa Bumi Kepulauan India Hingga Tahun 1857". Gempa ini menimbulkan bencana tsunami terjadi di Lombok, tepatnya di Labuan Tereng, pada 25 Juli 1856. Bencana gempa ini menentang gelombang tsunami yang menghantam Pesisir Ampenan di Mataram. Namun disayangkan, catatan itu tak menyebutkan skala kekuatan gempa serta tinggi gelombang tsunami.

2). 21-24 Desember 1970

Data USGS mencatat, Kota Praya di Pulau Lombok diguncang dua gempa besar pada 21 dan 24 Desember 1970. Pada 21 Desember, gempa berkekuatan 6,0 SR berpusat di kedalaman 75 km dan mengguncang perairan di selatan Lombok. Dalam pada itu, 24 Desember, tata ruang gempanya berada di kedalaman 70 km dengan kekuatan 5,6 SR. Untungnya tak ada yang tewas dalam tragedi kedua gempa tersebut.

3). 28 Mei 1972

USGS kembali merekam, gempa mengguncang Lombok dengan kekuatan 6,3 SR. Getaran gempa berpusat di titik hiposentrum 262 km selatan Praya pada 28 Mei 1972 dan dengan kedalaman 15 km. Bencana ini tidak menimbulkan korban jiwa tetapi hanya beberapa bangunan yang runtuh akibat guncangannya meski terbilang besar serta tak berpotensi tsunami.

4). 10 April 1978

Menurut catatatan BMKG, gempa yang terjadi pada 10 April 1978 berpusat di titik hiposentrum 297 km selatan Praya dan berkekuatan 6,7 SR. Gempa ini tak menimbulkan korban jiwa. Gempa yang berada di kedalaman 19 km ini hanya menimbulkan tsunami dan dampak kerusakan infrastruktur cukup parah.

5). 30 Mei 1979

Gempa ini berdampak terhadap 37 orang dilaporkan tewas. Data versi BMKG merilis, bencana gempa tersebut berkekuatan 6,1 SR. Selain itu, sejumlah rumah dan bangunan rusak berat.

6). 1 Januari 2000

BMKG mencatat gempa Lombok yang terjadi pada tahun baru 2000 merusak sejumlah 2000 unit rumah. Pun begitu, gempa bermagnitudo 6,1 SR tersebut membawa korban jiwa dan melepaskan potensi tsunami.

7). 9 Juni 2016

Menurut data USGS, gempa terjadi di Lombok dengan magnitudo 6,2 SR di titik hiposentrum 284 km di selatan Kute pada kedalaman 19 km dan melukai sejumlah sembilan orang. Guncangannya terasa kuat hingga Pulau Bali dan Pulau Sumbawa, namun tidak berpotensi tsunami. (kimsw_19)

Senin, 07 Mei 2018

Pemkab Lombok Utara Akhirnya Eksekusi Bangunan Roi Pantai Gili Air; Proses Pembongkaran Berlangsung Tertib



Tampak : Wabup Sarifudin Pimpin Penertiban Gili Air

Tampak : Eksavator sedang eksekusi bangunan yang melanggara Roi pantai Gili Air

Gangga, sambiwarga - Pemerintah Kabupaten Lombok Utara akhirnya melaksanakan penertiban kawasan sempadan pantai di Dusun Gili Air, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang.

Jumlah bangunan yang bakal ditertibkan sebanyak 93 bangunan. Tim penertiban memastikan dalam penertiban tidak akan terjadi keributan karena sudah melaksanakan tahapan sosialisasi ke pelaku usaha, pemilik bangunan dan masyarakat setempat. Selain itu, tim penertiban juga sudah memberikan batas waktu untuk membongkar sendiri. Proses penertiban ini ditargetkan selesai dalam waktu 4 hari, yang dimulai pada 28 April-1 Mei mendatang.

Hari pertama penertiban bangunan di roi pantai Gili Air oleh petugas gabungan dilakukan hingga sore. Para petugas merubuhkan bangunan yang dianggap melanggar batas roi pantai. Mereka tampak bersemangat melakukan pembongkaran guna mengejar target dalam waktu empat hari tersebut.
Personel tim meratakan bangunan semi permanen di kawasan timur pulau gili air. Tampak puing beton dan kayu memenuhi lokasi yang ditertibkan yang berada di sepanjang jalan di sempadan roi pantai yang tidak diperkenankan ada bangunan.

Penertiban ini dilakukan sesuai perencanaan, di mana konstruksi jalan pascapenertiban didesain  untuk 3 ruas, masing-masing  jalur sepeda, jalur dokar, dan jalur pejalan kaki dengan rancangan di tengah untuk jalur cidomo, di kiri dan kanannya dibuatkan untuk pejalan kaki atau sepeda.

Namun, di tengah proses eksekusi, tampak sebagian pengusaha Gili Air resah. Mereka rada keberatan atas bangunan yang dibongkar. Beberapa penguasaha menyampaikan keberatan kepada tim penertiban. Namun tim bergeming atas keberatan tersebut, sehingga terjadi adu argumentasi antara para pengusaha dan tim penertiban. Tim memberikan pemahaman kepada para pengusaha bahwa proses penertiban ini telah dilakukan sosialisasi beberapa kali dengan hasil disepakatinya penertiban atas bangunan yang melanggar aturan. Atas keberatan itu tim kemuduin menghentikan sementara proses pembongkaran.

Terkait masalah bangunan Kabeleko yang belum mau ditertibkan, tim akan segera menindaklanjuti dengan berkoordinasi dengan pemerintah provinsi NTB. Sebab lahan tempat bangunan Kabeleko tersebut notabene dibangun di atas tanah milik pemda provinsi.


Atas penghentian sementara proses pembongkaran tersebut, pada malam harinya Tim melaksanakan rapat membahas tindaklanjut penertiban yang sedang dilaksanakan. Menurut anggota Tim Suparman, bahwa rapat tersebut dilaksanakan guna mencari solusi yang terbaik atas penertiban terutama terkait bangunan Kabeleko. Rapat yang dilaksanakan bersama seluruh perwakilan Tim dari berbagai instansi menyepakati proses penertiban tetap dilanjutkan pada hari kedua. Khusus mengenai bangunan Kabeleko, pemkab Lombok Utara (Bagian Hukum-red) akan segera berkoordinasi dengan pemerintah provinsi. Paling lambat kepastian hasilnya diketahui pada hari senin 30 April. “Mengenai bangunan Kabeleko ini, kita akan koordinasi dulu dengan pemda provinsi. Hasilnya hari senin besok harus ada kepastian dari Pemrov. NTB,” terang Suparman. 

Proses penertiban pada hari kedua awalnya berlangsung lancar. Namun di pertengahan proses sebagian pengusaha keberatan. Buntutnya, terjadi riak-riak kecil yang mengakibatkan keributan. Namun, tim tak menghiraukan dan tetap melanjutkan proses pembonngkaran. (djn)



Bupati Lepas Tukik di Destinasi Wisata Gili Trawangan

Kompak : Bupati Lombok Utara Dr. H. Najmul Akhyar, SH, MH
bersama peserta MNEK 2018 Lepas Tukik di Gili Trawangan 



Gangga, sambiwarga – Bupati Lombok Utara Dr. H Najmul Akhyar, SH, MH dan Asisten Potensi Maritim Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Muda Edi Sucipto, SE, MM bersama perwakilan peserta Multilateral Naval Exercise Komodo (MNEK) 2018 dari 36 negara melepas tukik di objek wisata Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang.

Kegiatan tersebut juga dipadukan dengan penenggelaman kerangka kapal sebagai wahana biota laut untuk pengembangan terumbu karang dengan melibatkan 151 penyelam peserta MNEK 2018 dari berbagai negara di Gili Trawangan, Minggu (6/5).

Bupati Lombok Utara mengatakan kegiatan ini merupakan bentuk nyata dedikasi dari prajurit TNI Angkatan Laut untuk bersama-sama menjaga kelestarian alam, khususnya terumbu karang yang memberi dampak positif  bagi kelestarian lingkungan hidup di objek wisara Gili Trawangan.

“Kami merasa sangat terhormat, meskipun sebagai kabupaten terbelia di NTB, justru dijadikan lokasi kegiatan MNEK 2018 yang diikuti peserta dari 36 negara,” ungkanya semangat.

Najmul mengaku merasakan kebahagiaan luar biasa, dan masyarakat Lombok Utara juga gempita  menyambut program MNEK 2018 yang ada di Labuhan Carik Bayan dan kegiatan yang ada di Gili Trawangan.

Kegiatan MNEK 2018 di Pelabuhan Carik, Bayan dan beberapa tempat sekitarnya diisi dengan kegiatan bakti sosial pengobatan gratis dan penyuluhan kesehatan di atas kapal Marinir TNI AL untuk masyarakat umum dan pembangunan jalan di area sekita carik.

“Kami merasakan manfaat dari apa yang dilakukan TNI Angkatan Laut. Oleh karenanya kami memberi dukungan seluas-luasnya terhadap program ini,” katanya.

Sementara itu, Aspotmar Kasal Laksamana Muda Edi Sucipto, SE, MM mengatakan kegiatan MNEK 2018 termasuk yang ketiga kalinya dengan jumlah peserta 36 negara. MNEK pertama diikuti oleh 18 negara dan kedua 32 negara. Ini berarti memiliki makna bahwa TNI AL mendapat atensi dunia.

“Angkatan laut secara universal memiliki tiga tugas dan fungsi yaitu fungsi militeri, penegakan hukum dan kedaulatan serta fungsi diplomasi. Untuk fungsi diplomasi inilah yang dilakukan TNI Angkatan Laut, agar dunia ini damai,” terang Edi Sucipto.

Menurutnya, salah satu kekayaan laut adalah keberadaan terumbu karang sebagai habitat biota laut. Karena itu kerusakan biota laut menggugah para pegiat lingkungan hidup untuk melakukan transplantasi terumbu karang yang sekarang ini dilakukan di Gili Trawangan sebagai bagian dari kegiatan MNEK 2018.

“Saya mengajak seluruh masyarakat khususnya warga di Lombok Utara, untuk bersama-sama menjaga dan memelihara kelestarian terumbu karang yang kita tanam ini, agar bisa tumbuh dan berkembang dengan baik,” ujar jenderal bintang dua tersebut.
Acara diakhiri dengan teleconference bersama Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Ade Supandi dan penampilan kesenian tarian rudat bertajuk bahari, prosesi pelepasan tukik secara simbolik ke pesisir pantai, dan penyaksian penenggelaman kerangka kapal biota terumbu karang ke dasar laut.

Acara MNEK di Gili Trawangan dihadiri antara lain Kepala Dinas Pembinaan Potensi Maritim (Dispotmar) Markas Besar Angkatan Laut Brigjen TNI Bambang Sutrisno, Kapolres Lombok Utara AKBP Afriadi Lesmana SIK, Kadis Perhubungan Kelautan dan Perikanan KLU Agus Tisno SE. (djn)


Sekda Lombok Utara Buka Pencanangan Gerdal OPT Tanaman Kakao



Tampak para Petani Genggelang dalam pencanangan gerdal OPT (2/5) 

Gangga, sambiwarga.com – Berlokasi di Kampung Kakao Senara Desa Genggelang Kecamatan Gangga, Sekretaris Daerah Lombok Utara Drs. H. Suardi, MH menghadiri sekaligus membuka Pencanangan Gerakan Aksi Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) khususnya tanaman kakao, (2/5).

Hadir Kadis Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB Ir. Husnul Fauzi, M.Si, Kadis KPP KLU Ir. Melta, Kadis LHPP Ir. H. Rusdi, Camat Gangga Ahmad Suardi, S.Sos, para kepala dusun, para petani dan undangan lainnya. Kegiatan tersebut mengangkat tema Meningkatkan Kualitas Produksi, Mewujudkan Petani Sejahtera.



Dalam sambutannya Bupati Lombok Utara yang diwakili Drs. H. Suardi, MH, menyampaikan terima kasih kepada Kementerian Pertanian, Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Nusa Tenggara Barat yang memberi perhatian besar terhadap Lombok Utara agar terus menerus berusaha  memajukan perekonomian masyarakat.

“Sesuai moto daerah “Tioq Tata Tunaq”, yang bermakna tumbuh, tata dan pelihara, sehingga bisa diterapkan pada proses pemeliharan tanaman,” tutur Sekda.

Ditambahkannya, kerja sama yang dilakukan ini dinilainya cukup bagus, lantaran Lombok Utara sebagai penyangga produk kakao di NTB.

"Bupati senantiasa mendorong masyarakat untuk terus berinovasi dan berkreasi. Semoga inovasi juga bisa diterapkan pada tanaman kakao dan dapat dicontoh oleh daerah lain,” harapnya.

Sementara Kadis Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB Ir. Husnul Fauzi, M.Si juga menyampaikan terima kasih kepada Pemkab Lombok Utara beserta jajarannya, juga kepada kelompok tani setempat yang telah membentuk komunitas petani Kakao di Kabupaten Lombok Utara dengan pendekatan ramah lingkungan dan pengembangan kawasan eko wisata.

Menurutnya, selain meningkatkan pendapatan, pendekatan kawasan merupakan salah satu cara meraih kemajuan bersama-sama melalui pendidikan dan pelatihan mengelola dan memproduksi tanaman khususnya kakao.

Pengendalian hama pengganggu tanaman adalah gerakan untuk membentuk komitmen bersama petani, pengendalian hama betul-betul menjadi perhatian menuju peningkatan kualitas produksi dan perwujudan petani yang sejahtera dan mamur pada masa mendatang.

"Kita membuat klaster di Genggelang, kedepan hasilnya bisa terlihat sehingga dapat dijadikan Destinasi Wisata Kakao. Kita menginginkan menjadi Kampung Kakao yang sesungguhnya” pungkasnya.

Acara ditutup dengan acara penyerahan secara simbolik peralatan aksi gerdal OPT dilanjutkan dengan aksi pengendalian hama bersama Sekda Lombok Utara dan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB diikuti seluruh undangan.