Mata Air Hutan Adat Selelos Desa Bentek Kecamatan Gangga
Gangga
(sambiwarga), Desa Bentek salah satu desa yang berada di
Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara. Desa ini memiliki masyarakat
adat yang memiliki tempat untuk ritual yang dikenal dengan hutan adat
(pawang-terminologi masyarakat setempat). Ada berbagai versi
luas hutan adat yang berada di Desa Bentek seperti data dari Koslata,
YPMP, PAR Rinjani, dimana menurut versi mereka hutan adat yang ada di
Bentek antara lain :
Nama
Hutan Adat
|
Luas
|
1.
Pawang Baru Murmas
|
5,5
|
|
2.
Murmas
|
30
|
|
3.
Gamaulung
|
10
|
|
4.
Pawang Buani
|
1
|
|
5.
Bebekeq
|
5,5
|
|
6.
Mejet
|
25
|
|
Sedangkan
menurut versi Dinas Lingkungan Hidup Lombok Utara hutan adat yang ada
di Bentek antara lain
Nama
Hutan Adat
|
Luas
(Ha)
|
Status
|
Pawang
Baru Murmas
|
5,5
|
Luar
kawasan
|
Pawang
Buani
|
0,38
|
Luar
kawasan
|
Pawang
Bebekek
|
5,4
|
Luar
kawasan
|
Banyaknya
versi mengenai hutan adat menunjukan bahwa, koordinasi di level antar
instansi kabupaten belum maksimal. Mungkin, Diperlukan wadah untuk
menyatukan persepsi yang berbeda diantara para stakeholder, agar
semua elemen bisa berkomunikasi dengan sbaik . Meski begitu bisa
diambil garis tengah, hutan adat versi KOSLATA, YPMP, PAR bisa
disatukan dengan data hutan adat versi Dinas Lingkungan Hidup, yaitu
Pawang Bekekek, Pawang Murmas, dan Pawang Buani.
Menurut
sumber yang cukup akurat Hutan Bebekek terletak di Dusun Selelos Desa
Bentek Kecamatan Gangga. Hutan tersebut masuk dalam wilayah hukum
hutan negara. Status hutan adat dari kementerian kehutanan belum ada.
Orang menyebut hutan adat karena ada kegitan adat sejak jaman lama.
Saat ini, Hutan Bebekek dikelola oleh masyarakat adat Selelos.
Pemimpin tertinggi adat dipegang oleh seorang pemangku yang bernama
Amak Sudirman. Beliau
merupakan generasi ke tujuh dari pemangku di Bebekek.
Kepemimpinan
pemangku dipilih berdasarkan garis darah berjenis kelamin laki-laki.
Jika pemangku tidak memiliki keturunan laki-laki, pemangku
selanjutnya diganti dari seorang laki-laki yang masih memiliki
hubungan saudara. Pemangku baru dipilih diantara keturunan pemangku
yang memiliki sifat tingkah laku yang paling baik. Kekuasaan
tertinggi masyarakat adat dipegang oleh pemangku. Tugas Pemangku
sesuai dengan awiq-awiq atau kesepakatan yang dibuat bersama
yaitu penyelesaian adat baik ritual adat, penyelesaian adat
perkawinan maupun perbuatan-perbuatan yang melanggar tata susila adat
setempat. Pemangku berperan dalam menjaga hutan adat Bebekeq.
Pemangku juga berperan utama dalam melaksanakan tradisi ruwat.
Berdasarkan
pengambilan data yang telah dilakukan dapat didata bahwa masyarakat
adat di Lombok Utara masih kental dengan tradisi adat mereka. Hutan
merupakan tempat dimana mereka melakukan berbagai kegiatan adat.
Kegiatan adat tersebut disamping ada yang masih berhubungan dengan
kegiatan keagamaan setempat ada juga kegiatan adat yang berkaitan
dengan urusan individu seseorang. Yang berkaitan dengan ritual agama
misalnya adalah upacara Ruat Gumi Ngajilawat yang diadakan setiap
delapan tahun sekali. Sedangkan yang berkaitan dengan urusan individu
misalnya adalah tempat bersemedi untuk mencari jodoh, rejeki,
keturunan dsb.
Keanggotaan
adat dibuat secara terbuka. Orang dari mana saja bisa bergabung untuk
menjadi anggota adat. Saat upacara adat, peserta datang tidak hanya
dari lingkungan Selelos saja, tetapi mereka datang dari berbagai
daerah di sekitar Tanjung, Bayan, Bahkan dari luar kabupaten. Program
masyarakat adat adalah melakukan ritual adat di Hutan Bebekek. Dana
operasional untuk upacara tersebut berasal dari anggota adat. Mereka
iuran barang yang berharga sebagai nazar mereka akan suatu hal.
Misalnya, nazar orang yang sembuh dari sakit, mendapat jodoh,
mendapat rejeki, mendapat keturunan dan sebagainya. Nazar diberikan
kepada panitia upacara adat sebelum kegiatan dimulai. Barang yang
diserahkan umumnya yaitu kambing, kerbau, ayam, beras dan
perlengkapan untuk kegiatan santapan saat upacara berlangsung. Jika
nazar yang diberikan oleh masyarakat berlebih akan di musyawarakan
kemudian akan dibagikan kepada kelompok-kelompok adat maupun
kelompok-kelompok kemasyarakatan, seperti mangku, kiyai, lembaga
kesenian dusun, banjar, remaja masjid dan sebagainya.
Hutan
Bebekek merupakan tempat dimana masyarakat adat Selelos menuangkan
berbagai rasa syukur yang tak terhingga atas berbagai rejeki yang
telah diterima selama ini. Pengelolaannya dilakukan secara
bersama-sama oleh masyarakat adat. Mereka memiliki awik-awik (aturan
hukum adat) didalam hutan adat. Aturan-aturan tersebut tidak tertulis
secara formal, melainkan sudah terpatri dalam setiap pikiran para
penganut masyarakat adat di Selelos. Aturan tersebut secara spesifik
untuk menjaga nilai-nilai luhur adat nenek moyang. Tetapi dalam
pelaksanaannya, aturan yang dibuat adat tersebut ikut menjaga
kelestarian hutan di Bebekek. Aturan-aturan (awik-awik) tersebut
antara lain :
Jika
aturan tersebut dilanggar maka hukum adat akan bertindak dengan cara
pemangku dan masyarakat adat berkumpul berdasarkan laporan dari
saksi. Kemudian, pelaku dipanggil untuk dimintai keterangan. Jika
seseorang terbukti bersalah, masyarakat adat akan mengenakan sanksi
yang pantas dikenakan misalnya yaitu dikeluarkan dari komunitas
masyarakat adat dan tidak boleh mengelola hutan. Dan jika dilakukan
didalam hutan adat, pelanggar dikenakan hukuman dengan istilah
menyowok yaitu upacara ritual dengan memotong hewan ternak baik
kerbau maupun kambing sesuai dengan ringan beratnya pelanggaran dan
dilengkapi dengan sajian eteh-eteh yaitu beras, kelapa, bumbu-bumbuan
dan dimasak dengan daging hewan yang dipotong dengan sesaji berupa,
sirih pinang, dan kapur sirih, pelanggarnya diolesi darah hewan yang
dipotong dicampur kelapa parut dan dioleskan didahi.
Jika
yang dilanggar adalah mendirikan rumah dan bermukim dalam pawang maka
hukumannya adalah menyowok dan rumah yang telah dibangun dibongkar.
Jika ada seseorang yang meracuni pawang dengan berbagai benda kimia
hukumannya adalah menyowok dan denda dedosan uang bolong sebanyak
1000 kepeng. Hukuman untuk orang yang menanam pawang dengan cengkeh
dan kelapa adalah menyowok, menampel, dan penebangan tanaman yang
ditanam. Jika seseorang berternak didalam pawang maka ternak
dikeluarkan dari dalam hutan. Bagi yang meracuni pawang maka membayar
denda sebanyak 500 kepeng bolong bagi yang mengotori pawang,
membersihkan pawang dari benda-benda yang mencemari lingkungan.Untuk
yang melanggar dengan cara meracuni anak sungai hukumanya adalah
membayar dedosan 1000 kepeng uang bolong. Untuk yang melakukan
penggalian barang tambang maka dikenakan hukuman berupa menyowok
menampel dan denda dedosan 10000 kepeng uang bolong dan menghentikan
penggalian.
Pada
Konvesi ILO 169 tahun 1989 merumuskan masyarakat adat sebagai
masyarakat yang berdiam di negara-negara yang merdeka dimana kondisi
sosial, kultural dan ekonominya membedakan mereka dari bagian-bagian
masyarakat lain di negara tersebut, dan statusnya diatur, baik
seluruhnya maupun sebagian oleh adat dan tradisi masyarakat adat
tersebut atau dengan hukum dan peraturan khusus. Masyarakat adat
perlu dilindungi untuk menjaga eksitensi mereka dalam melakukan
ritual adat. Adat bisa berarti kebudayaan yang masih tumbuh. Budaya
menuntun penganutnya untuk berjalan pada tradisi sesuai dengan
kearifan lokal setempat. Pentingnya menjaga kearifan lokal untuk
mempertahankan budaya luhur nenek moyang. Adat yang tersebar di
Indonesia sebagai bagian dari kebudayan bangsa Indonesia. (dj)