Teknisi PT. SIC sedang menjelaskan Jalur Water Way PLTMH
di atas Gubug Anjah
GANGGA (KM SAMBI WARGA),
Pembangunan mega proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro hingga saat ini
sudah mencapai 70 % rampung. Namun, pembangunan ini tampaknya akan menuai
banyak kendala dan hambatan, sehingga proses penggarapan proyek tidak berjalan
mulus seperti rencana awal. Pembangunan yang dimulai dua tahun silam ini
dianulir sebagian kalangan tak berjalan normal. Hal ini dikarenakan masih
adanya persoalan yang belum diselesaikan oleh pihak perusahaan, salah satunya adalah
belum tuntasnya polemik antara pihak perusahaan dengan warga Anjah terkait
konstruksi saluran air (water way) yang berada 72 meter di atas pemukiman
warga.
Berkait penyelesaian masalah yang
melibatkan pihak perusahaan dan warga setempat, pemerintah daerah Lombok Utara
menggelar rapat untuk mengklarifikasi polemik yang selama ini belum menemukan
solusi yang menguntungkan semua pihak. Pemda Lombok Utara melalui Kepala
Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat, Anding Dwi Cahyadi, S.STP,
MM beberapa hari lalu memfasilitasi pertemuan antara warga Anjah dengan PT.
SIC. di Anjah San Baro Desa Bentek. Pertemuan tersebut dihadiri oleh Hendara
Widjaya dan Made Astra (PT. SIC), Lalu Junaidi (PT.HK), Kepala Kesbangpollinmas
KLU, Asisten II KLU, PB AMAN RI, Dewan AMAN NTB, Pemdes Bentek, LPM Bentek,
TSBD Bentek, Kepala Dusun San Baro, Pengurus BEDIL dan warga masyarakat
Anjah.
Menurut
Anding, pertemuan tersebut diharapkan bisa menghasilkan titik temu antara warga
dan pihak perusahaan. “Pertemuan ini saya harapkan bisa menghasilkan jalan
keluar terhadap persoalan bahaya longsor yang membuat warga merasa terancam
akan keselamatan jiwa dan keamanan mereka. Pemda hanya memfasilitasi saja.
Perlu diingat bersama di satu sisi pembangunan proyek PLTMH ini harus tetap
jalan, sementara keinginan warga Anjah selama ini mereka tuntut juga harus
terpenuhi,” ujar Anding mengawali pertemuan.
Pertemuan
yang sudah direncanakan jauh-jauh hari yang difasilitasi pemda ini murni
diadakan untuk mengklarifikasi permasalahan yang membuat warga tidak aman
menghuni rumah mereka, pasalnya konstruksi water way PLTMH berada 72 meter di
atas pemukiman mereka dengan kemiringan 60 derajat. “Warga khawatir terhadap
ancaman keselamatan jiwa dan harta benda mereka,” tutur Putrawadi.
Menurur
Dewan AMAN NTB ini, fakta lapangan memperlihatkan bahwa apa yang membuat warga merasa
was-was atas keselamatan mereka besar kemungkinan akan terjadi bila tidak
segera diantisipasi dengan langkah yang tepat, karena topografi medan tanah
tempat pembuatan saluran air sangat curam dan terjal yang dipadati oleh
batu-batu besar. Selain itu, lanjut
Putrawadi, semua pihak termasuk pemerintah harus peka terhadap apa yang menjadi
tuntutan mereka meski pembangunan proyek PLTMH ditujukan untuk kepentingan
rakyat banyak. Namun, tidak semestinya harus menelantarkan warga sekitar.
“Perusahaan semestinya menyelesaikan kekhawatiran warga. Jangan hanya
memikirkan kepentingan sendiri,” sergah Putrawadi yang diriuhi tepuk tangan
peserta rapat seraya membeberkan temuan lapangan yang telah dicatat dalam
bentuk peta.
Salah
seorang wakil warga Anjah, Mariadi, mengungkapkan warga Anjah mendukung penuh
pembangunan proyek PLTMH ini, namun tuntutan warga juga harus diperhatikan oleh
pihak perusahaan. Jangan sampai rasa keamanan warga selama ini terganggu oleh
aktivitas perusahaan. Untuk memberi bukti atas kekhawatiran warga, Mariadi,
kemudian menunjukan fakta hasil temuan mereka yang dirilis dalam bentuk peta
sederhana saat menyurvei tempat pembuatan saluran air yang berjarak 72 meter di
atas pemukiman warga Anjah. “Ini lho fakta lapangan yang membuat kami merasa
tidak aman selama ini,” tutur Mariadi seraya menunjuk rencana lokasi saluran
air kepada semua peserta rapat. Warga, lanjut Mariadi, punya alasan logis
kenapa mereka menuntut keamanan dan keselamatan jiwa kepada perusahaan.
Dengan
fakta itulah, sambung Putrawadi, dengan alasan apapun kampung Anjah harus
diselamatkan. Untuk itu, Putawadi memberikan solusi agar perusahaan
memindahkan jalur saluran air dengan
jarak 183,9 meter dari pemukiman warga. Jarak tersebut adalah titik aman bagi
warga Anjah. “Ini demi kepentingan bersama, bukan kepentingan segelintir
pihak,” ungkap Putrawadi.
Menanggapi
tuntutan warga, Sate Manager PT. SIC, Hendra Widjaya, mengatakan,
sebelum penggarapan
saluran air dikerjakan pihaknya telah melakukan kajian yang mendalam. “Tidak
serta merta kami melakukan konstruksi saluran di atas kampung bapak-ibu tapi
kami telah melakukan kajian konstruksi yang mendalam dengan berbagai ahli
konstruksi. Jadi lokasi ini aman bagi warga. Kami melakukan dengan model disain
konstruksi yang matang. Kami harap warga tenang. Bila terjadi sesuatu kami akan
bertanggungjawab,” pinta Hendra. Kenapa
pihak perusahaan bersikukuh harus dilokasi yang disengketakan warga, menurut
Hendra, karena posisi itu aman bagi warga setempat. Terkait permintaan pemindahan
jalur yang dituntut warga, pihaknya tidak bisa memenuhi karena solusi itu tak
bisa dilakukan PT SIC dan PT Hutama Karya sebagai pelaksana pembangunan. Untuk
menjawab persoalan itu pihak perusahaan meminta warga untuk mengawasi
pengerjaan konstruksi water way agar tidak terjadi syakwasangka terhadap
pihaknya.
Hampir senada dengan Hendra, Asisten II Pemerintah Daerah
Lombok Utara, Ir. Ali Anshari, mengatakan di satu sisi warga ngotot harus
pindah jalur, tapi di sisi lain, pihak perusahaan tidak bisa mengabulkan
permintaan relokasi jalur tersebut. “Aman versi PT.SIC, tidak aman versi
warga,” inilah titik persoalannya ujar Ali. Namun, kata Ali, terkait problem
warga Anjah pihaknya memaklumi dan memang harus ada jaminan bagi warga sekitar.
“Memang ada tantangan yang perlu kita selesaikan. Kami harap pertemuan ini bisa
menghasilkan solusi yang tepat. Hakikatnya proyek harus berjalan dengan aman
dan lancar sehingga aman bagi semua. Sebab prinsip pembangunan proyek ini adalah
demi kepentingan kita semua. Ia mengandaikan bahwa pembangunan ini dari, oleh
dan untuk masyarakat. Ini murni untuk kepentingan rakyat,” ujar Ali
Anshari.
Ali menegaskan bahwa pemerintah bukan hanya memperhatikan
perusahaan tapi juga keamanan warga sekitar terutama keselamatan jiwa dan harta
benda masyarakat. Menurut Ali, ini merupakan dinamika pembangunan sebab warga
bukan saja objek tapi juga subjek dari pembangunan. “Proyek ini jelas untuk
kepentingan masyarakat bukan kepentingan pihak tertentu,” ketus Ali. Ia meminta
agar masyarakat tidak terlampau jauh berpikir akan dampak negatif pembangunan
PLTMH, sebaliknya berpikir tentang dampak positif bagi kemajuan daerah. Bila
terjadi kejadian yang tak diinginkan Pemda KLU tak tinggal diam. Jadi klausul
kekhawatiran warga akan dijamin baik oleh PT SIC maupun Pemda Lombok
Utara.
Mempertegas pernyataan Ali, Kamardi, SH,
Pengurus Besar AMAN Indonesia, mempertanyakan, bentuk jaminan keamanan bagi
warga. PT SIC dan Pemda Lombok Utara perlu mewujudkan jaminan rasa aman yang
dijanjikan kepada masyarakat. Untuk itu, perlu adanya pertemuan Tripartit
antara pihak perusahaan, pemerintah daerah dan masyarakat demi mewujudkan
jaminan keamanan. “Jaminan kemanan itu mesti diwujudkan secara real, bukan
hanya retorika belaka,” singgung PB AMAN yang juga mantan Kepala Desa Bentek
ini.
Pertemuan yang memakan waktu dua jam itu tidak menemui
jalan keluar karena warga dan PT belum bisa menyepakati hal-hal yang ditawarkan
PT SIC dan Pemda Lombok Utara, sehingga pertemuan berakhir deadlock, dimana
seluruh peserta rapat menyapakati pertemuan ditunda sampai adanya kesepakatan
untuk rapat kembali. (Dj)