Secara umum, keragaman etnis pada kajian politik etnis dapat
dilihat dari pola politiknya sepanjang sejarah selalu dinamis hingga hal-hal
taktis seperti bagaimana peran etnis dalam kancah global dan posmodern. Politik
identitas sendiri adalah politik yang kajiannya terfokus pada permasalahan yang
menyangkut perbedaan-perbedaan yang didasarkan atas asumsi-asumsi fisik. Masalah-masalah
itu mencakup persoalan politik yang dimunculkan akibat problematika gender, feminisme
dan maskulinisme. Persoalan politik etnis secara mendasar berbeda fisik dan
karakter fisiologis, dan pertentangan-pertentangan yang dimunculkannya, atau persoalan-persoalan
politik karena perbedaan agama, kepercayaan, dan bahasa dalam situasi yang
sangat multidimensional, multikultural, multietnis.
Politik identitas (etnis) adalah rasa memiliki dari
seseorang kepada sebuah kelompok tertentu, dan merupakan bagian dari pemikiran,
persepsi, perasaan dan sikap seseorang yang merupakan kewajiban bagi
keanggotaan kelompok etnis. Seharusnya politik identitas (Etnis) dilihat secara
arif dan bijaksana semestinya menempatkan perbedaan sebagai kekayaan dan rahmat
bukan sebagai lawan identitasnya. Perbedaan kultur dalam masyarakat kadang
memunculkan sikap primordial dalam masyarakat, bahkan pula sikap tersebut bisa
menimbulkan konflik antar masyarakat. Hal ini diakibatkan karena adanya
perebutan sumberdaya dan kepentingan politik. Di samping itu, disebabkan juga
karena sangat berkaitan dengan nilai-nilai budaya dalam masyarakat itu sendiri.
Sebab, nilai-nilai budaya memainkan peranan penting dalam konflik politik
karena pada dasarnya warga masyarakat akan kembali ke nilai-nilai budaya dan
kelompok
primordial masing-masing bila terlibat konflik dengan pihak
lain, selain merasa tidak puas dengan perkembangan politik.
Berbicara tentang etnisitas cukup luas untuk dikaji dan digali
dari berbagai sudut pandang karena dilatarbelakangi oleh berbagai perbedaan
simbol budaya dan kultur yang ada di masyarakat. Namun di sisi yang lain,
etnisitas tidak saja dikategorikan sebagai masyarakat, yang mana dalam kelompok
etnis terlihat adanya kultur dan budaya serta pertalian keluarga. Akan tetapi,
dalam perkembangan sosial politik, etnis telah menjadi sebuah identitas politis,
karena dalam perkembangan politik terutama di ranah lokal identitas etnis sering
dipergunakan untuk membangun kebersamaan masyarakat dalam konteks kepentingan
politik.
dalam idunia
politik-pun identitas etnikpun bisa dipilah sebagai identitas murni dan
identitas politis. Identitas etnik menjadi identitas politis manakala identitas
itu dipergunakan demi tujuan tertentu untuk memperoleh kemanfaatan tertentu.
Dalam mencapai tujuan atau kepentingan tertentu etnis selalu digunakan oleh
sekelompok orang atau individu-individu untuk mempermulus kepentingan mereka
dan bahkan kadangkala etnis juga digunakan sebagai simbol politik dalam
memperjuangkan kepentingan tersebut, oleh karenanya etnis bukan saja sebagai
simbol budaya semata namun kadangkala etnis juga sering ditunggangi untuk
kepentingan politik kelompok tertentu.
Douglas dan Charles Tilly memaparkan, fenomena etnisitas sebenarnya
hanyalah alat yang digunakan kelompok untuk mengejar suatu tujuan yang lebih
besar. Sedangkan Lake David dan Rothchild, mengatakan konsepsi etnisitas tidak
terlalu relevan kecuali apabila diperalat oleh elit politik yang ingin mencapai
tujuan tertentu. Apa yang disampaikan oleh Douglas dan Tilly kemudian Lake dan
Rothcild tersebut menunjukan bahwa sekelompok orang atau individu-individu
selalu menggunakan peran etnis sebagai alat mobilisasi dalam memperjuangakan
kepentingan politik dan merebut jabatan atau kekuasaan dimana mereka berada.
Dalam Pilkada langsung, misalnya di Kalimantan Barat,
Sulawesi dan Bangka Belitung sebagai contoh penting, dalam berbagai kepentingan
seperti kepentingan individu, partai, golongan, etnis, dan agama sering muncul
dalam berbagai hajatan politik di tingkat lokal tersebut, dimana elit mengambil
peran penting untuk memainkan peran tersebut dengan membangkitkan solidaritas
etnis. Hal ini dimungkinkan karena
adanya ragam budaya dalam masyarakat majemuk, membuat masyarakat seringkali
memunculkan sikap-sikap primordialisme. Itulah sebabnya primordial sering
dipakai sebagai suatu varian politik identitas etnis, dimana identitas etnis
akan tetap selalu dipertahankan karena dianggap bermanfaat sebagai basis masa
suatu kelompok yang bisa digerakkan.
*Khairuddin
Zacky, SH adalah: Ketua Dewan Pembina
Keluarga Mahasiswa Bumi Khatulistiwa (KMBK) Kalbar di Yogyakarta Asal Kubu
Raya.